Sabtu, 07 Januari 2012

24th Desembers - Chapter 7


“Hoooo!!” aku terbangun dari mimpi burukku. Langsung terduduk di kasur dengan mata jelas terbuka. “Ah.. aku mimpi buruk lagi..” ucapku dan mengusap mataku.
“Cecil?” seseorang terdengar membuka pintu kamarku, “kau sudah bangun?”
“Hmm..” jawabku.
          Setiap pagi biasanya Claire selalu membangunkanku tapi kali ini ternyata aku yang bangun duluan hohoho. Claire biasanya pun menemaniku siap-siap sebelum berangkat sekolah. Karena biasanya aku kehilangan seragamku, dia mencarikanku seragam di ruang ganti sementara aku mengurusi rambutku dulu.
“Sudah seminggu berangkat sekolah ya.. bagaimana perasaanmu,Cecil?” ucap Claire.
“Yah.. aku pun tidak tahu, sekolah itu selalu membuatku mengantuk.” Jawabku sambil mencari lensa kontakku.
Claire tiba-tiba terus memperhatikanku yang sedang merogohi laci, “kau sedang mencari apa?”
“Lensa kontak.. aku ingat kemarin malam aku menaruhnya disini..” aku terus mencari, “kenapa sekarang tak ada?!”
          Sekitar 20 menit aku dan Claire berusaha keras mencari kontak lensku itu. Namun nggak ketemu-ketemu. “Cecil! Kalau kamu nggak berangkat sekarang nanti kamu terlambat loh..” ucap Claire yang masih mencari.
“Aduh.. tapi kalau nggak aku pakai lensa kontak nasib mataku gimana dong?!”
          Akhirnya Claire memberikanku sebuah blanker (penutup mata) berwarna putih untuk mata kiriku. Mau bagaimana lagi, kontak lensku hilang. Aku menyuruh Claire untuk mencarikan benda kecil penting itu saat aku ke sekolah.
“Jelek sekali..” omelku saat Claire berusaha memasangkan penutup mata itu padaku, “seperti orang yang punya penyakit mata..”
“Yah.. bagaimana lagi?” Claire memasangkan pita di penutup mata itu, “coba kucari dulu lensa kontakmu nanti..”
          Aku berusaha menutupi mataku itu dijalan. Berharap tidak bertemu siapa-siapa di jalan dan bisa berjalan kearah sekolah dengan tenang.
“Loh? Cecil? Ada apa dengan matamu?” seseorang memanggilku dari belakang. HAIAH, inilah orang pertama yang menanyakan mataku. Bisa kau tebak siapa?.
Aku hanya menjawab, “tak apa..” pada Ciel yang menemukanku di jalan.
“Oh ya? Sini kulihat” dia berusaha membuka penutup mataku.
Kaget, aku langsung menjauhkan diriku kearahnya.
Dia hanya diam, kami melanjutkan jalan ke sekolah.
Tiba-tiba aku menyadari, “dia nggak diantar sama mobilnya lagi?” pikirku dalam hati. Dan lalu bertanya, “kamu nggak diantar lagi?”
“Oh..” dia menjawab, “diantar kok, tapi tadi di jalan mobilnya mogok.”
Mendengar jawabannya aku tertawa, “ahaha, kasian..”
“Ahh..” Ciel menjawab singkat.
          Aku berpikir, kenapa aku mau jalan nyampe kelas sama dia hari ini? Aduh.. mending sama Yuuka daripada sama anak super-hyper rich ini.
“Ah~ Ohayou Cecil~” Yuuka menyapaku dengan riangnya saat memasuki ruang kelas.
Aku menjawab, “Ohayou” dan tersenyum.
“Loh?” lanjut Yuuka, “matamu kenapa?”
“Nyaah” aku sudah menduga dia akan bertanya itu, “nggak apa-apa..”
“Lohh.. kasih tau dong..” dia pun mengikuti jalanku sampai ke tempat duduk.
Aku melihat semua orang melihat kearahku, mungkin mereka memperhatikan begitu anehnya mataku hari ini.
          By the way, kenapa Ciel belum masuk ke kelas ya dari tadi?. Saat kami sampai di depan ruang kelas, sebenarnya kita membuat persetujuan. Aku berkata padanya, “agar orang-orang tidak menunduh yang aneh-aneh sama kita, lebih baik salah satu dari kita masuk duluan!”. Dan Ciel pun mengalah, “yaudah, kamu dulu sana yang masuk duluan..”. Akhirnya aku masuk ke kelas duluan dan seharusnya beberapa menit setelah aku masuk dia masuk dong, lha ini anaknya mana?.
          Udah lah, aku malas memikirkannya. Langsung aja aku mengakhiri topik pembicaraanku dengan Yuuka supaya dia bisa balik ke alam tempat duduknya sementara aku bisa menikmati masa-masa hangatku, sendirian di tempat dudukku. “Let me see..” aku membuka notesku.
“Kemarin kata-kataku cuma malas dan bosan..”
Aku membuka halaman berikutnya dan menulis, “Penutup Mata Sialan” pada notesku itu. Yah beginilah saya, jangan di komen yah.
          Beberapa menit setelah itu ada guru masuk. Dia berkata akan ada ulangan di jam belajarnya kali ini, yah namanya juga ulangan mendadak jadi murid-murid lain pada membantah semua. Tapi guru itu tetap memaksa ikut ulangan saja. Terpaksa dikasih waktu 10 menit untuk belajar dulu.
          Rencananya aku males buka buku, tapi nanti dikira sombong. “Huft.. ulangan paling nggak sesusah soal olimpiade IPA internasional yang aku garap 2 tahun lalu kan?” ucapku malas. Tidak membaca isi buku itu, aku hanya memperhatikan gambar-gambar yang ada di dalamnya.
“Cecil..” tiba-tiba aku mendengar suara seseorang di sebelahku.
Aku melihat kearahnya, “gu-guru? (ngapain kesini sih? Males)”
“Itu.. ibu dengar kamu dan Ciel yang bakal memasuki kontes besar sekolah kita berikutnya ya? udah belajar?”
“A-ano.. udah sedikit bu.. haha.” jawabku.
“Iya, kemarin belajar bareng kok” sambung Ciel dari kursi sebelah.
“Ahaha.. bagus ya, ibu percaya pada kalian!” ucap guru itu semangat, “oh ya, katanya nanti pulang sekolah akan ada kakak kelasmu yang dulu menangin kontes yang sama, kalian ketemu mereka dulu ya, minta bimbingan!”
“I-iya.. (gilak, males banget!)” aku menjawab.
“Te-tentu..” Ciel pun sepertinya malas juga.
          Pokoknya setelah 7 menit berlalu guru itu memulai ulangan. Bener kan firasat aku, soalnya itu cukup mudah!. Take it easy aja gitu, yang lain kelihatan bilang “Aduh.. soalnya susah!”.
          Bel pulang sekolah berbunyi, kok tumben sampai sekarang aku nggak ngantuk gini yah?. Mungkin penasaran sama nilaiku kali ya? aduh..berapa ya. Aku berusaha keluar kelas sebelum yang lain keluar, supaya nggak kelihatan dijemput naik mobilnya Ayah. Tapi,
“Cecil!” seseorang memanggilku.
Aku membalikkan badanku, “ya?” melihat suasana kelasku yang masih rame.
Ternyata Yuuka yang memanggilku, “itu itu.. disuruh Ciel untuk nungguin dia keluar dulu..”
Wajahku menuju kearah anak itu, Ciel sedang menata tasnya. Terlihat kesulitan.
“Cieeeee tunggu-tungguan, mau pulang bareng yaaa?” seseorang dari kelas menyambung.
Yuuka terlihat shock, “maah, mana mungkin!!”
“Nggak lah, lagian siapa yang mau nungguin dia?” ucapku dan langsung berjalan sendiri ke luar.
“Aaaah!!” Ciel terlihat sudah selesai dengan masalahnya (walau terlihat sangat terburu-buru dan belum sepenuhnya selesai), “Cecil! Tunggu woi!” dan dia berlari kearahku. Mendengar sepatunya berlari aku mengkencangkan jalanku.
“Aduh.. Ciel itu imutnya..” banyak anak perempuan dari kelasku berteriak, aku merespon di jalan, “aduh..”
“Cecil!” tangan anak itu berhasil memegang tangan kiriku, “udah aku bilang tunggu.. kenapa.. ninggal aku?” suaranya terpegah-pegah.
“Ya.. tak apa” jawabku, “bisa lepas tanganku?”
“Bisa.”
“Yak. Makasih.”
“Sama-sama.”
Aku berkata, “ngapa minta aku nungguin kamu?”
“Karena..” dia menjawab kesusahan, “kita kan disuruh sensei untuk ketemu sama senpai yang dah lulus itu kan?”
“Oh..” aku berpikir sejenak, “yang mana yak?”
          Mungkin jika aku pikir-pikir, aku ini anak yang cerdas. Namun kalau disuruh mengingat hal yang kurang aku perhatikan seperti nama orang pun kadang baru diingetkan 8 kali baru bisa inget. Apalagi suruan guru seperti ini, mana bisa kuingat?. Akhirnya Ciel memberi tahuku, menerangkan padaku dengan sabarnya. Dan saat aku mudeng kami berangkat kemana nggak tau mencari kakak kelas itu.
“Loh? Kalian ini?” tiba-tiba saat kami menelusuri sekolah kami bertemu seseorang.
Ciel menjawab, “Loh? Kakak ini siapa ya?”
“Namamu Ciel sama Cecil kan?” anak yang terlihat seperti sudah SMA itu berkata, “yang mau ikut kontes itu ya?”
Aku menjawab, “iya.”
“Oh..kenalin deh, dek, namaku Snake, ini partnerku dulu Ai.”
“Loh? Snake? Kakak siluman ular ya?” Ciel menjawab.
Aku hanya berjabat tangan, “Ai-senpai.. salam kenal namaku Cecil..”
“Iya.. ahaha” jawab Ai itu. “Duh,dek, dengerin ya.. anak itu tuh nyembunyiin namanya dan pake nama ejekannya ke semua orang..”
“Lha memangnya kenapa toh?”  lanjutku ingin tahu juga.
“Nggak apa-apa.. ya,Ai?” jawab Snake senpai.
“Haduh..” aku dan Ciel berkata serentak.
“Jadi usaha kalian baru-baru ini itu apa?” Ai senpai memulai topik penting.
“Rahasia!” aku berteriak, tidak memberi tahu.
“Loh? Kok rahasia?” Ciel terlihat bingung sendiri dari tadi.
“Nyaah” Snake senpai tiba-tiba mencubit kedua pipi Ciel, “kamu itu cowok yang imut banget ya.. huhuhuw~”
“Heey!!” ucap Ciel membantah, “aku nggak imut!!”
          Seperti yang biasanya aku lakukan dimana-mana, jadinya diskusi ini hanyalah omongan-omongan nggak penting dan jarang ngomongin tentang kontes itu. Udah itu nyampe kantin kami tambah sibuk karena pesen minum.
“Heh, kalian menangin kontesnya ya..” Snake kembali berbicara penting.
“Loh? Kenapa harus kak?” Ciel kelihatan ling-lung lagi.
“Uuuu...” kak Ai yang ada di belakang Ciel langsung mencubitnya, “soalnya biasanya guru-guru disini itu pasti ingin menang, dan HARUS MENANG. Kalo nggak malah nanti kalian bisa dibenci sama mereka..”
“Hah? Apaan tuh?” ucapku membantah, “ada juga ya guru kaya gitu?”
“Ada dong..” jawab Snake. “Hukum alam..”
Selesai kak Ai mencubiti pipi Ciel, pipinya terlihat sangat merah dan Ciel terus memeganginya. “Sakit..” ucapnya.
“Tapi toh, kalian ini beruntung bisa ikut kontes..” ucap Kak Snake.
“Lho? kenapa kak?” Ciel tak sengaja menampilkan wajah imutnya lagi, namun kali ini dia menutupi kedua pipinya dengan tangannya.
Aku pun mengangguk, “ikut kontes kaya gini ada untungnya? Ngarang..”
“Ada! Buktinya nanti pasti hubungan kalian bisa semakin dekat dan dekat!” ucap Kak Ai.
“Buktinya..” Kak Snake melanjutkan, “kami sekarang aja pacaran..”
“*brrrrr*” tubuhku membeku, “bohong” ucapku dalam hati.
Ciel pun hanya diam saja. “Loh?”
“Aduh.. seharusnya anak 2 SMP sekarang udah pada pacaran.. kalian ini kenapa malah diam?” ucap Kak Snake heran.
          Perjalananku pulang aku masih memikirkan yang diucapkan Snake-senpai. “Ih enak aja.. aku lebih tertarik dengan buku daripada anak cowok, apalagi Ciel. Hih” ucapku dalam hati.
Saat turun dari mobil aku merasakan getaran di sakuku, “loh? Hand phoneku getar?” dan mengeceknya sebelum berhenti. Ada yang menelponku.
“Halo?” ucapku, tidak ada keterangan kontak yang menelepon disana.
“Ini benar Cecil yah?” orang yang menelponku itu menjawab.
“Ya, siapa ini ya?”
“Tebak dong..”
“Sudahlah aku benci main tebak-tebakan.. (tapi yang kutahu kamu itu cewek, suaranya kenakak-kanakan dan lembut banget di telpon nih)”
“Ini Rima, Rima..”
“Oh.. Rima ya?” ucapku. Dan tiba-tiba shock, “(HOEK!? RIMA??)” berbicara dalam hati, “(kok dia tahu nomor telponku?!)”.
“Ahaha. Iya, Cecil..”
“Hmm..” sambil masuk ke rumah aku melanjutkan telpon.
Rima berkata, “eh, maaf soal yang kemarin ya.. kupikir aku seharusnya minta maaf ke Ciel karena membuatnya malu, tapi Ciel bilang minta maaf ke temannya juga..”
“Ohh..” jawabku, “sudah nggak apa-apa kok,Rima..”
“Bagus deh! Ahaha”
Aku tertawa juga, “ahaha. Oh iya, boleh tanya sesuatu?”
“Iya.. apa yang mau kamu tanyakan,Cecil?”
“Sebenernya kamu ini siapanya Ciel sih? Adiknya yah?” tanyaku.
“Ho? Bukan bukan..”
“Loh lalu siapa?”
“Hihihi.. gimana kalo ngomongnya besok aja? Kita ketemuan?”
“Hah? (bener juga besok sekolah libur, tapi..) ta-tapi..”
“Kenapa? Kamu udah punya rencana lain?” jawab Rima.
“Bu-bukan sih.. (ada, rencananya mbaca semua buku-buku Ciel!)”
“Ya sudah! Ketemuan yuk.. enaknya dimana ya??”
“Di rumahku?”
“Jangan.. nanti dimarahin nenek..”
Aku berusaha berpikir lagi, “bagaimana kalau di mall?”
“Wah, mall?”
“Iya mall, kenapa?”
“Sudah agak lama aku nggak kesana.. ok, ke mall ya!”
“Ma-masa sih?”
“Iya.. habis sibuk sekolah sih..”
“Perasaan sekolahku santai melulu deh..” jawabku.
“Hehehe, ok dah! Kalau gitu di mall aku tunggu dan 11 ya!”
“Ok!”
“Bye Cecil~”
“Bye Bye..” dan aku pun menutup hand phoneku.
          Aduh sebenernya aku sangat malas bertemu dengan anak itu hanya karena 1 pertanyaaan. Apa karena jawabannya panjang, aku pun tak tahu. Yang pasti dalam seminggu hanya ada 2 hari sekolah yang libur, dan gara-gara ketemuan sama Rima mungkin aku harus sampai begadang baca buku nih. Yah nggak apa-apa lah, namanya juga pencinta buku.

||-♫ ZAAW ♫-|| 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar