Aku
selalu penasaran tentang nama Ciel dan namaku, Cecil yang hampir mirip. Apalagi
ditambah dengan warna mata kita mirip sama namun hanya menukar warna, tambah
membuatku penasaran saat pertama kali bertemu dengannya.
Wajah
Ciel menurutku itu menakutkan saat kita pertama kali bertemu, sama seperti yang
dikatakan Yuuka, Rima, dan lainnya. Dan kata mereka juga, termasuk Claire
wajahku pun terlihat mengerikan dan acuh tak acuh saat pertama kali mereka
bertemu denganku. “Kau ini terlihat sangat dingin, Cecil” ucap mereka, “namun
itu hanya saat pertama kali kita bertemu.. beberapa hari kemudian, aku
menyadari kau tidak begitu. Justru kau anak yang lucu dan segar.” Hal itu terus
menghantuiku sehingga aku sering menyendiri dan jarang memiliki seorang teman.
“Saat
anak iblis lahir, jika orang tuanya tidak bercerai mereka akan kena kutukan
atau buruknya kematian. Ada beberapa cara menghindari kutukan itu, satu..
membunuh anak iblis itu, dua.. orang tua bercerai dan menjauhkan hubungan antar
si kembar iblis tersebut. Jika tidak.. mereka semua akan selalu sial!” seketika
terpikirlah ucapan Ciel sesaat Raven berbisik di telingaku dan Ciel.
Ayah
meninggal..
Rumahku.. dan Mama
Sasha pun.. semua menghilang.
“Be-berarti..”
Ciel terlihat amat terkejut, “selama ini.. Mama..”
“...” aku hanya
diam dengan melongo tidak percaya.
Namun Raven
hanya tersenyum kearah kami.
“Tapi.. jika
kita bertemu seperti ini.. berarti—“ ucapan Ciel terputus.
“Mama tahu
sayang” Raven pun menjawab, “Mama tahu..”
Mama Sasha memang tidak memiliki
kemiripan sama sekali dengan orang yang menggendongku di foto yang kuambil di
kamar Ayah. Dan kurasa dia sedikit gila. Tanpa berpikir apa-apa aku langsung
berlari, keluar dari rumah itu dan berlari ke rumah Raven.
Kurasa Ciel dan Raven berusaha
menghentikanku, namun aku terus berlari. Sampai di rumah pun Claire terlihat
kebingungan. Aku menuju ke kamarku dan melihat foto itu lagi. “Ayah.. ada apa
dengan semua ini?” ucapku mengeluarkan air mata, “hey.. jadi kau menyembunyikan
hal penting semacam ini pada anakmu sendiri?! Hey, Ayah!” teriakku dan terus
memandang foto itu. Air mataku pun terjatuh membasahinya.
Tiba-tiba terterang sebuah tulisan
yang terlihat di dalam foto itu saat air mataku membasahinya. Aku berhenti
merengek, namun mencermati kata-katanya. “Des..” aku membaca tulisan itu
hati-hati, “jangan-jangan?”
Aku pun langsung membalik foto itu.
Kuraba foto tersebut dan aku terkejut, foto itu telah diberi kertas pelapis.
Segera aku membuka lapisan itu. Ternyata benar, di belakang foto itu terletak
sebuah tulisan.
“Kediaman Salvateirra, 24 Desember. Hari ini Cecil
dan Ciel berulang tahun yang ke 2. Semoga kalian tidak menghancurkan keluarga
kita dan tumbuh normal.”
“A-apa?” aku
tak sanggup membacanya, “i-ini..” dengan samar-samar aku terus memandanginya.
“Berarti.. Raven..”
Tanpa berpikir apapun juga, aku
langsung memeluk foto yang sudah kuno itu sambil menangis dan berteriak.
Sendirian berada di kamarku yang tenang itu. Setidaknya bisa membuatku
melepaskan seluruh bebanku.
“Cecil!”
tiba-tiba seseorang mendobrak pintu kamarku.
Aku mengenal
suara ini, suara lembut seseorang yang aku kenal.
Dengan
perlahan, aku berputar memandang wajahnya.
Orang tersebut
terlihat terkejut.
Air mataku yang
mengalir memasuki hati manisnya.
“Ciel..” ucapku
perlahan. Masih memeluk foto itu.
Anak itu pun
mendekat kearahku, memelukku sekeras mungkin yang ia bisa.
“(Kenapa dia
memelukku?)” aku bingung berpikir di dalam hati, “(bagaimana dia bisa kesini?!
Ciel..)”
“Semuanya
adalah kebohongan” ucap Ciel berbicara, “kau tahu itu,kan, Cecil?” ia masih
memelukku.
“I-iya..”
tubuhku gemetaran, sudah ketiga kalinya aku merasakan pelukan hangat seperti
ini. “...”
Pelukan Papa, pelukan Ciel, dan..
pelukan Raven?
“Tapi sekarang
kita sudah membongkarnya, iya kan?” lanjutnya, “Cecil..”
Aku mulai
tersenyum, “iya” dan meraba rambut birunya yang lembut.
“Apa kau
berpikiran sama denganku?” tanyanya.
“Iya” jawabku
tidak ini berhenti melepas pelukannya, “rasa hangat ini, kurasa?”
Perlahan,
aku mendengar rengekan Ciel yang memulai menangis. Dia berteriak sekeras
mungkin yang ia bisa. Aku hanya tersenyum, dia pantas menangis sepertiku tadi.
Karena tangisannya yang tiada henti, aku melepas pelukannya dan melihat
wajahnya.
“Aku tidak ini
memiliki adik yang cengeng..” ucapku dan tersenyum.
Mendengarnya
Ciel pun berusaha mengentikan tangisannya, “tapi tadi kau juga sedang
menangis!” sepertinya dia tidak ingin mengalah.
Aku pun
tersenyum, “kau benar..”
Selama ini aku menganggapnya sebagai
teman. Namun, sekarang semua rahasia telah terbongkar. Aku sendiri pun masih
belum mengerti. Ciel Salvatierra, itulah nama aslinya. Mulai dari sekarang, aku
pun tidak akan menganggapnya sebagai teman saja.
# Keesokan
harinya #
Ciel memutuskan untuk menginap di
rumah Raven. Claire pun terlihat senang semalam sampai dia memeluk Ciel dengan
erat.
“Cecil? Kau
sudah bangun?” Raven membuka pintuku.
“Iya” dengan
semangat aku menghampirinya.
Raven
tersenyum, “ada sesuatu yang ingin aku bahas..”
Dia mengajakku ke ruang makan. Ciel
pun ada di sana, sedang meminum segelas teh, dengan beberapa roti serta cangkir
teh di sebelahnya.
“Jadi.. apa
itu,Mama?” ucap Ciel yang mengambil 1 iris roti.
Kami berdua pun
duduk di salah satu kursi.
“Hey, Raven..”
aku menunjuk ke salah satu roti.
Sepertinya dia
mengerti dan mengambilkannya untukku, “sudahlah.. jangan panggil aku dengan
nama itu,Cecil..” dan ia tersenyum.
Terlintas di
kepalaku bisikkannya kemarin, “oh! Maaf aku lupa..”
“Hey!” Ciel
yang tidak sabar memotong pembicaraan, “kesini mau apa sih?!”
Raven menyuruhku untuk memanggilnya
dengan nama yang berbeda. “(Ah! Benar! Hari itu!)” terlintas di benakku tentang
pertama kali kita bertemu, “(apa yang dia ucapkan saat itu?)”.
“Seorang ibu pasti menyayangi anaknya, kalau tidak
sayang berarti bukan seorang ibu yang baik.”
Saat itu aku sendirian, kabur dari
rumah karena Mama Sasha yang jahat padaku namun tidak ada siapapun yang mau
mendengarkan curhatku. Aku lapar, aku kedinginan, aku kesepian, aku sedih, aku
bingung pada saat itu. Hanya diam duduk di sebuah kursi lalu melihat
permen-permen dari jendela. Tiba-tiba seseorang datang di belakangku, orang itu
adalah Raven.
Jika
Ayah yang datang pada waktu itu, pasti sudah banyak SM dibelakangnya, suasana
disana pasti akan sangat ribut. Jika Mama Sasha yang datang, dia pasti akan
membunuhku di depan jendela toko roti itu. Jika Claire yang datang, pasti tidak
mungkin karena tugasnya belum selesai dan pasti dia senang asik bernyanyi di
dapur sambil mencuci piring. Jadi itu pasti orang lain, Raven.
“Mama..”
kata-kata itu keluar dari mulutku, “Mama.. Raven?”
Raven pun
tersenyum, dan sepertinya dia melihatkan mata berlinangnya.
Ciel hanya
kebingungan dengan perkataanku.
“Jika kalian
sudah mengetahui identitas kalian.. maka..” Mama berkata sambil menahan air
mata keluar dari mata indahnya, “akan ada sesuatu.. terjadi..”
“Aku tahu
itu,Mama” tiba-tiba aku dan Ciel menjawab hal yang sama.
“Jadi..” aku
melanjutkan, menunduk seperti orang putus asa.
Ciel pun
menambahkan, “apa ada yang bisa kita lakukan?”
“Mama yang akan
menghilangkan kutukan kalian” ucap Raven tersenyum, “kalian tidak usah
khawatir, ya? Cecil,Ciel..”
“T-tapi!” aku
menahannya.
“Nggak
bisa,Ma!” begitupun Ciel.
Raven tetap
tersenyum, seperti rasanya itu adalah senyuman terakhirnya.
Dia bercerita padaku dan Ciel saat
itu. Berbagai kata-kata yang sama sekali kita tidak ketahui terterang pada
ceritanya. Kami mendengarnya dengan serius, lain jika seorang guru menerangkan
pelajaran di kelas.
Beberapa tahun lalu, keluarga
Salvatierra tinggal damai. Tepatnya mereka bisa hidup damai untuk 5 tahun saja.
Fran Salvatierra menikah dengan Raven Sharrown. Namun pesta pernikahan mereka
tidak berjalan mulus, Raven tersandung dari sepatu hak tingginya.
Setelah mereka pindah ke rumah mewah
mereka yang baru di inggris, terjadi sebuah peperangan keluarga. Isabelle
Sharrown, ibu dari Raven menginginkan anaknya untuk bercerai dengan Fran. Dan
tahun berikutnya, keluarga Salvatierra berperang untuk mendapatkan harta
warisan. Namun kedua konflik itu dapat terasasi. Isabelle bersabar karena
anaknya terlihat senang saat berada di sebelah suaminya, dan Fran pun anak yang
mendapat warisan termakmur dari keluarganya.
Satu tahun kemudian, mereka memiliki
anak. Pada tanggal 24 Desember pukul 11.50 malam lahirlah anak mereka yang
pertama, diberi nama Cecil Salvatierra. Namun tepat pukul 12.00 saat tengah
malam, seorang bayi menyusul lagi dan diberi nama Ciel Salvatierra. Saat Ciel
berhasil keluar, sebuah petir yang amat besar menyambar sampai lampu rumah
sakit padam. Cecil dan Ciel yang sempat menangis menghentikan tangisannya.
“Kalian adalah..”
“Anak kembar Mama dan Papa.. Cecil Salvatierra,
Ciel Salvatierra..”
♪ GowGow_Bloogie@Claire
♪
“Ciao~ Claire’s
here~”
Huh, mereka bertiga pasti sedang asik
reuni keluarga di ruang makan. Aku disini hanya sedang mencuci piring
sendirian. Tapi, tidak apa lah, aku juga bisa bernyanyi untuk menghibur diriku
sendiri. Hahaha.
Ciel = siapa
bilang kita sedang asik sendiri?
Cecil = hal
yang kita bicarakan itu tidak menyenangkan, tapi mengharukan!
Claire =
tunggu, kalian mendengarku bicara?!
Cecil+Ciel
= *mengangguk*
Claire =
baiklah.. aku tidak bisa berbohong. Tapi, dimana Raven?
Ciel = oh! Iya!
Cecil =
perasaan tadi Mama dibelakang.. dimana ya?
||-♫ ZAAW ♫-||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar