Sabtu, 07 Januari 2012

24th Desembers - Chapter 17


Aku selalu penasaran tentang nama Ciel dan namaku, Cecil yang hampir mirip. Apalagi ditambah dengan warna mata kita mirip sama namun hanya menukar warna, tambah membuatku penasaran saat pertama kali bertemu dengannya.
Wajah Ciel menurutku itu menakutkan saat kita pertama kali bertemu, sama seperti yang dikatakan Yuuka, Rima, dan lainnya. Dan kata mereka juga, termasuk Claire wajahku pun terlihat mengerikan dan acuh tak acuh saat pertama kali mereka bertemu denganku. “Kau ini terlihat sangat dingin, Cecil” ucap mereka, “namun itu hanya saat pertama kali kita bertemu.. beberapa hari kemudian, aku menyadari kau tidak begitu. Justru kau anak yang lucu dan segar.” Hal itu terus menghantuiku sehingga aku sering menyendiri dan jarang memiliki seorang teman.
“Saat anak iblis lahir, jika orang tuanya tidak bercerai mereka akan kena kutukan atau buruknya kematian. Ada beberapa cara menghindari kutukan itu, satu.. membunuh anak iblis itu, dua.. orang tua bercerai dan menjauhkan hubungan antar si kembar iblis tersebut. Jika tidak.. mereka semua akan selalu sial!” seketika terpikirlah ucapan Ciel sesaat Raven berbisik di telingaku dan Ciel.
Ayah meninggal..
Rumahku.. dan Mama Sasha pun.. semua menghilang.
“Be-berarti..” Ciel terlihat amat terkejut, “selama ini.. Mama..”
“...” aku hanya diam dengan melongo tidak percaya.
Namun Raven hanya tersenyum kearah kami.
“Tapi.. jika kita bertemu seperti ini.. berarti—“ ucapan Ciel terputus.
“Mama tahu sayang” Raven pun menjawab, “Mama tahu..”
          Mama Sasha memang tidak memiliki kemiripan sama sekali dengan orang yang menggendongku di foto yang kuambil di kamar Ayah. Dan kurasa dia sedikit gila. Tanpa berpikir apa-apa aku langsung berlari, keluar dari rumah itu dan berlari ke rumah Raven.
          Kurasa Ciel dan Raven berusaha menghentikanku, namun aku terus berlari. Sampai di rumah pun Claire terlihat kebingungan. Aku menuju ke kamarku dan melihat foto itu lagi. “Ayah.. ada apa dengan semua ini?” ucapku mengeluarkan air mata, “hey.. jadi kau menyembunyikan hal penting semacam ini pada anakmu sendiri?! Hey, Ayah!” teriakku dan terus memandang foto itu. Air mataku pun terjatuh membasahinya.
          Tiba-tiba terterang sebuah tulisan yang terlihat di dalam foto itu saat air mataku membasahinya. Aku berhenti merengek, namun mencermati kata-katanya. “Des..” aku membaca tulisan itu hati-hati, “jangan-jangan?”
          Aku pun langsung membalik foto itu. Kuraba foto tersebut dan aku terkejut, foto itu telah diberi kertas pelapis. Segera aku membuka lapisan itu. Ternyata benar, di belakang foto itu terletak sebuah tulisan.
“Kediaman Salvateirra, 24 Desember. Hari ini Cecil dan Ciel berulang tahun yang ke 2. Semoga kalian tidak menghancurkan keluarga kita dan tumbuh normal.”
“A-apa?” aku tak sanggup membacanya, “i-ini..” dengan samar-samar aku terus memandanginya. “Berarti.. Raven..”
          Tanpa berpikir apapun juga, aku langsung memeluk foto yang sudah kuno itu sambil menangis dan berteriak. Sendirian berada di kamarku yang tenang itu. Setidaknya bisa membuatku melepaskan seluruh bebanku.
“Cecil!” tiba-tiba seseorang mendobrak pintu kamarku.
Aku mengenal suara ini, suara lembut seseorang yang aku kenal.
Dengan perlahan, aku berputar memandang wajahnya.
Orang tersebut terlihat terkejut.
Air mataku yang mengalir memasuki hati manisnya.
“Ciel..” ucapku perlahan. Masih memeluk foto itu.
Anak itu pun mendekat kearahku, memelukku sekeras mungkin yang ia bisa.
“(Kenapa dia memelukku?)” aku bingung berpikir di dalam hati, “(bagaimana dia bisa kesini?! Ciel..)”
“Semuanya adalah kebohongan” ucap Ciel berbicara, “kau tahu itu,kan, Cecil?” ia masih memelukku.
“I-iya..” tubuhku gemetaran, sudah ketiga kalinya aku merasakan pelukan hangat seperti ini. “...”
          Pelukan Papa, pelukan Ciel, dan.. pelukan Raven?
“Tapi sekarang kita sudah membongkarnya, iya kan?” lanjutnya, “Cecil..”
Aku mulai tersenyum, “iya” dan meraba rambut birunya yang lembut.
“Apa kau berpikiran sama denganku?” tanyanya.
“Iya” jawabku tidak ini berhenti melepas pelukannya, “rasa hangat ini, kurasa?”
Perlahan, aku mendengar rengekan Ciel yang memulai menangis. Dia berteriak sekeras mungkin yang ia bisa. Aku hanya tersenyum, dia pantas menangis sepertiku tadi. Karena tangisannya yang tiada henti, aku melepas pelukannya dan melihat wajahnya.
“Aku tidak ini memiliki adik yang cengeng..” ucapku dan tersenyum.
Mendengarnya Ciel pun berusaha mengentikan tangisannya, “tapi tadi kau juga sedang menangis!” sepertinya dia tidak ingin mengalah.
Aku pun tersenyum, “kau benar..”
          Selama ini aku menganggapnya sebagai teman. Namun, sekarang semua rahasia telah terbongkar. Aku sendiri pun masih belum mengerti. Ciel Salvatierra, itulah nama aslinya. Mulai dari sekarang, aku pun tidak akan menganggapnya sebagai teman saja.
# Keesokan harinya #
          Ciel memutuskan untuk menginap di rumah Raven. Claire pun terlihat senang semalam sampai dia memeluk Ciel dengan erat.
“Cecil? Kau sudah bangun?” Raven membuka pintuku.
“Iya” dengan semangat aku menghampirinya.
Raven tersenyum, “ada sesuatu yang ingin aku bahas..”
          Dia mengajakku ke ruang makan. Ciel pun ada di sana, sedang meminum segelas teh, dengan beberapa roti serta cangkir teh di sebelahnya.
“Jadi.. apa itu,Mama?” ucap Ciel yang mengambil 1 iris roti.
Kami berdua pun duduk di salah satu kursi.
“Hey, Raven..” aku menunjuk ke salah satu roti.
Sepertinya dia mengerti dan mengambilkannya untukku, “sudahlah.. jangan panggil aku dengan nama itu,Cecil..” dan ia tersenyum.
Terlintas di kepalaku bisikkannya kemarin, “oh! Maaf aku lupa..”
“Hey!” Ciel yang tidak sabar memotong pembicaraan, “kesini mau apa sih?!”
          Raven menyuruhku untuk memanggilnya dengan nama yang berbeda. “(Ah! Benar! Hari itu!)” terlintas di benakku tentang pertama kali kita bertemu, “(apa yang dia ucapkan saat itu?)”.
“Seorang ibu pasti menyayangi anaknya, kalau tidak sayang berarti bukan seorang ibu yang baik.”
          Saat itu aku sendirian, kabur dari rumah karena Mama Sasha yang jahat padaku namun tidak ada siapapun yang mau mendengarkan curhatku. Aku lapar, aku kedinginan, aku kesepian, aku sedih, aku bingung pada saat itu. Hanya diam duduk di sebuah kursi lalu melihat permen-permen dari jendela. Tiba-tiba seseorang datang di belakangku, orang itu adalah Raven.
Jika Ayah yang datang pada waktu itu, pasti sudah banyak SM dibelakangnya, suasana disana pasti akan sangat ribut. Jika Mama Sasha yang datang, dia pasti akan membunuhku di depan jendela toko roti itu. Jika Claire yang datang, pasti tidak mungkin karena tugasnya belum selesai dan pasti dia senang asik bernyanyi di dapur sambil mencuci piring. Jadi itu pasti orang lain, Raven.
“Mama..” kata-kata itu keluar dari mulutku, “Mama.. Raven?”
Raven pun tersenyum, dan sepertinya dia melihatkan mata berlinangnya.
Ciel hanya kebingungan dengan perkataanku.
“Jika kalian sudah mengetahui identitas kalian.. maka..” Mama berkata sambil menahan air mata keluar dari mata indahnya, “akan ada sesuatu.. terjadi..”
“Aku tahu itu,Mama” tiba-tiba aku dan Ciel menjawab hal yang sama.
“Jadi..” aku melanjutkan, menunduk seperti orang putus asa.
Ciel pun menambahkan, “apa ada yang bisa kita lakukan?”
“Mama yang akan menghilangkan kutukan kalian” ucap Raven tersenyum, “kalian tidak usah khawatir, ya? Cecil,Ciel..”
“T-tapi!” aku menahannya.
“Nggak bisa,Ma!” begitupun Ciel.
Raven tetap tersenyum, seperti rasanya itu adalah senyuman terakhirnya.
          Dia bercerita padaku dan Ciel saat itu. Berbagai kata-kata yang sama sekali kita tidak ketahui terterang pada ceritanya. Kami mendengarnya dengan serius, lain jika seorang guru menerangkan pelajaran di kelas.
          Beberapa tahun lalu, keluarga Salvatierra tinggal damai. Tepatnya mereka bisa hidup damai untuk 5 tahun saja. Fran Salvatierra menikah dengan Raven Sharrown. Namun pesta pernikahan mereka tidak berjalan mulus, Raven tersandung dari sepatu hak tingginya.
          Setelah mereka pindah ke rumah mewah mereka yang baru di inggris, terjadi sebuah peperangan keluarga. Isabelle Sharrown, ibu dari Raven menginginkan anaknya untuk bercerai dengan Fran. Dan tahun berikutnya, keluarga Salvatierra berperang untuk mendapatkan harta warisan. Namun kedua konflik itu dapat terasasi. Isabelle bersabar karena anaknya terlihat senang saat berada di sebelah suaminya, dan Fran pun anak yang mendapat warisan termakmur dari keluarganya.
          Satu tahun kemudian, mereka memiliki anak. Pada tanggal 24 Desember pukul 11.50 malam lahirlah anak mereka yang pertama, diberi nama Cecil Salvatierra. Namun tepat pukul 12.00 saat tengah malam, seorang bayi menyusul lagi dan diberi nama Ciel Salvatierra. Saat Ciel berhasil keluar, sebuah petir yang amat besar menyambar sampai lampu rumah sakit padam. Cecil dan Ciel yang sempat menangis menghentikan tangisannya.
“Kalian adalah..”
“Anak kembar Mama dan Papa.. Cecil Salvatierra, Ciel Salvatierra..”
GowGow_Bloogie@Claire
“Ciao~ Claire’s here~”
          Huh, mereka bertiga pasti sedang asik reuni keluarga di ruang makan. Aku disini hanya sedang mencuci piring sendirian. Tapi, tidak apa lah, aku juga bisa bernyanyi untuk menghibur diriku sendiri. Hahaha.
Ciel = siapa bilang kita sedang asik sendiri?
Cecil = hal yang kita bicarakan itu tidak menyenangkan, tapi mengharukan!
Claire = tunggu, kalian mendengarku bicara?!
Cecil+Ciel =  *mengangguk*
Claire = baiklah.. aku tidak bisa berbohong. Tapi, dimana Raven?
Ciel = oh! Iya!
Cecil = perasaan tadi Mama dibelakang.. dimana ya?

||-♫ ZAAW ♫-|| 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar