Sabtu, 07 Januari 2012

24th Desembers - Chapter 12


Malam itu sangat sunyi. Aku pun sama sekali tidak bermimpi. Namun aku merasakan ada angin yang bertiup keras kearahku. Tiba-tiba hand phoneku berbunyi,
Aku kaget dan terbangun, langsung mencari ponselku itu.
“Ha-halo?” ucapku menerima telepon dengan nada mengantuk.
“Cecil! Berita buruk Cecil!” ternyata itu Claire berkata dengan nada terburu-buru.
“Kenapa memangnya?” jawabku ngantuk.
“Rumah kita terbakar!” ucap Claire keras.
Mataku terbuka. “APA?!” dan bisa menghilangkan kantukku.
“Be-benar..” Claire berkata tersedu-sedu.
“Aku akan segera kesana!” ucapku dan berlari keluar tanpa mengganti bajuku.
          “Aku berharap bisa mendapat ijin keluar dari para penjaga” ucapku terus dalam hati. Namun saat mencapai pintu depan aku melihat Ciel yang membawa secangkir air putih sambil berjalan. Aku memanggilnya,
“Ciel!”
Dia menengok kearahku, “apa? Siapa?” ternyata matanya masih tertutup.
Sejenak aku berpikir, “dia berjalan sambil tidur?”. Namun yang aku katakan padanya adalah “Ciel bantu aku!” dan aku berlari kearahnya, menaruh cangkirnya itu.
Langsung Ciel menjadi sadar, “loh? Minumku?” dia kaget tak ada gelas itu ditangannya.
“Aku bantu aku! Tolong!” ucapku memohon dan menarik tangannya.
Diperjalanan kuterangkan padanya. Dia setuju untuk membantuku dan malah mengantarkanku sampai ke mansionku. Jarakku dari rumah Ciel itu sekitar 2 km,jadi tidak bisa kupikirkan aku jalan sendiri ke rumah. Beruntung ada Ciel disebelahku.
“...” aku hanya diam.
Ciel melihat kearahku, “tenang ya,Cecil..” dia menenangkanku.
# Sampai disana #
          Alangkah kagetnya, rumahku hanya seperti kertas dibakar. Walau sudah ada sekitar 9 mobil pemadam, apinya tidak bisa dijinakkan. Aku segera mencari orang yang kuketahui, dan aku menemukan Claire.
“Claire!” aku berteriak memanggilnya.
Dia langsung melihat kearahku dan memelukku, dirinya tak bisa berbicara karena sedang menangis.
Aku bertanya padanya, “Ayah dimana?” itu pertanyaan pertamaku untuknya.
Claire tidak bisa berhenti menangis, dan ia tidak menjawab.
Tiba-tiba Ciel berlari kedalam mansion. Aku berteriak mencegahnya namun dia tetap masuk. Begitu pula petugas pemadam menghentikannya, namun Ciel tetap bisa masuk.
“CIEL!” aku berteriak mencegahnya.
“Cecil..” Claire mulai berbicara padaku, “aku sangat senang kau selamat..”
“Claire! Berarti Ayah..” ucapku menebak.
Pengasuhku yang berhati mulia itu melanjutkan, “memang benar.. jika keduanya sudah saling bertemu.. sesuatu akan terjadi.. kau tahu itu,kan,Cecil?”
“A-apa maksudmu?” aku bingung dengan ucapan Claire.
          Aku melihat kearah pintu masuk rumahku itu, sangat besar dan mulai diterkam api. Lalu aku melihat Ciel keluar, dia membawa seseorang. Aku berlari kearahnya, dan mengecek siapa yang ia bawa
“I-ini..” aku kaget.
Ciel berusaha membuatku tidak menangis, “Cecil..”
Namun aku tidak bisa menahannya dan memeluk orang yang dibawa Ciel, “Ayaaaaaaahh!!!!!” kulihat badannya sudah terbakar api.
“Cecil! Sudah!” Ciel mengentikanku, dan dia memelukku,”sudah terlambat..”
“HUAAAA!!!” aku tidak bisa menahan tangisku.
Claire melihat kita dari jauh, dia pun ikut menangis kembali.
“Cecil..” dengan lemutnya ia mengelus rambutku, “aku turut berduka untukmu..”
Aku hanya bisa melepaskan rasa pahitku, “Ayaah!!” suaraku karena terus berteriak membuatnya menjadi serak.
          Beberapa saat kemudian, api dapat dipadamkan. Rasanya masih ingin menangis tapi aku sudah tidak bisa mengeluarkan 1 titik air mata lagi. Aku hanya duduk sendiri di tempat duduk taman sambil memakai jaket Claire. Memikirkan apa yang terjadi kembali,
“Cecil?” tiba-tiba Ciel menghampiriku, “kau tak apa?”
Aku hanya bergeleng.
Dan Ciel duduk di sebelahku, “tenangkan hatimu,ya”
“Iya” jawabku singkat dengan suaraku yang serak.
Claire pun datang membawa minum untuk kami berdua. Dan ia mengatakan, “Ciel.. terima kasih ya.. sudah membantu Cecil” dan tersenyum.
Ciel menjawab, “sama-sama.”
          Baju Ciel kotor semua gara-gara ia masuk ke mansionku tadi. Alangkah kagetnya tidak ada luka bakar sama sekali pada tubuhnya. Aku benar-benar berutang budi padanya. Saat Ciel ditelpon Rima ia berpamitan pergi.
“A-ano,Ciel..” aku mengatakan sesuatu padanya.
Sebelum ia pergi, Ciel menjawab, “apa?”
“Te-terima kasih..” ucapku malu padanya.
Ciel dengan manisnya tersenyum, “tak masalah!” dan menjauh pergi.
“Cecil..” Claire mendekat kearahku, “apa yang akan kita lakukan?”
Aku menghela nafasku, “siapa yang tahu?”
Claire memelukku, “apapun itu, aku ingin tetap terus menjagamu..”
“Cl-claire?” ucapku, “kau ini..”
“Ada apa, Young Lady?” tanya orang itu.
“Tak apa. Aku hanya berdoa supaya Ayah tak apa disana..”
“Iya, mari mendoakannya, ya?”
Aku mengangguk.
          Kami tertidur disana sampai pagi. Terasa sedang piknik padahal ada di taman rumah sendiri. Namun sekarang yang tersisa hanyalah abu dan mayat disana. Bukan hanya Ayah, pelayanku yang ada di rumah itu juga ikut terbakar. Kebetulan hanya Claire dan aku yang selamat di kejadian itu.
“Cecil?” tiba-tiba seseorang membangunkanku.
Aku terbangun dari tidurku, “heengg” masih aras-arasan.
Ketika membuka mataku, aku melihat seseorang tersenyum padaku.
“Ra-raven?” ucapku menebak.
Claire yang ada sebelahku ikut terbangun, masih susah membuka matanya.
“Selamat pagi, Cecil..” benar, itu Raven yang kutemui tadi malam.
“K-kau?!” Claire tiba-tiba menunjuk kearah ibu itu, “kau..”
Raven tersenyum kearah Claire dan menyuruhnya tutup mulut, “shhh”
          Kami berbincang sebentar di pagi hari yang cerah itu.
“Aku turut berduka,Cecil..” ucap Raven padaku.
“Iya, makasih tante..” jawabku.
“Oh?” dia terlihat kaget, “kau masih memanggilku tante?”
Aku tersenyum, “ahaha”
“Well.. sebenarnya aku memiliki tawaran untuk kalian berdua..” tutur Raven.
“Tawaran?” Claire terlihat penasaran.
Ia lalu menerangkan, “Aku ingin kalian berdua ikut tinggal bersamaku, bagaimana?”
“H-hah?” aku terkejut, “ta-tapi..”
“Tak apa.. ayo, mau ya?” lanjutnya.
“Aku memiliki firasat itu akan menjadi hal yang bagus. Bagaimana menurutmu, Cecil?” jawab Claire terlihat setuju, dia sepertinya baru menyusul kita.
Raven tersenyum padaku, “kumohon padamu.. Cecil”
“A-ah, karena Claire setuju kalau begitu aku juga” ucapku.
“Wah! Bagus dong!” Raven terlihat bersemangat mendengarnya.
          Sesaat kemudian, dia mengajak kami pergi kerumahnya. “Wah..” aku sangat kagum melihatnya, rasanya seperti benar-benar ada di salah satu rumah di novel. Rumah yang berkesan sejuk nan nyaman dengan banyaknya tanaman didalamnya. Desainnya pun mirip rumah kaca. “Keren sekali..” ucapku kagum.
“Baguslah jika kau senang, Cecil..” ucapnya membuka pintu rumahnya.
“Rasanya seperti di novel..” lanjutku.
          Dia memanduku ke kamarku yang baru. Well, ini seperti memulai hidup yang baru. Dia pun juga berkata akan membiaya seluruh kebutuhan. Dan kami semua harus bekerja sama.
          Tepat sekarang adalah tanggal 24 Desember dan pada pagi harinya aku tidak menyadarinya. Sebenarnya hari ini sekolahku sudah masuk, tapi aku harus menjahitkan baju baru dan menyiapkan semuanya baru sebelum masuk sekolah lagi. Jadi hari ini dan beberapa hari kedepan aku rasa aku bisa membolos sekolah.
“Cecil..” Claire membuka pintu kamarku.
Aku yang sedang menikmati angin dari luar menjawab, “ya?”
“Raven memanggilmu..” dan kita pun berjalan ke depan menemuinya.
Disana aku melihat balon-balon warna-warni. Dengan roti di pusatnya. “Cecil.. happy birthday!” ucap Claire dan Raven dengan serentak.
“I-ini..” aku melihat sekeliling.
“Ya, ini hari ulang tahunmu kan?” ucap Raven dan mendekatkanku pada rotinya.
Di roti itu tertulis, “Happy Birthday Cecil!” dengan beberapa lilin kecil menyala dengan cantiknya. Ditambah warna roti itu adalah coklat, yumm coklat itu adalah warna dan rasa terenak didunia. Aku langsung meniup lilin-lilin itu, “huuuuusss” dan berhasil memadamkan semuanya. Claire dan Raven bertepuk tangan padaku. Hatiku sudah terasa senang kembali, aku langsung mengambil pisau dan memberikan masing-masing 1 potong kue pada mereka.
Walau Ayah sudah berjanji akan mengadakan pesta padaku malam ini, sudah tak apa jika ia mengingkari janjinya. “Ayah, aku akan memaafkanmu!” pikirku.
Pesta kecil itu sangat menyenangkan. Namun aku tidak bisa menikmati seluruh bagian acara. Lagi-lagi ponselku berbunyi, “halo?” ucapku sambil memakan kue.
“Cecil kau membolos ya?” ternyata suara Ciel terdengar di telepon.
“Iya nih.. tolong ijinkan aku pada guru ya!” ucapku memohon padanya.
“Te-tentu..” jawab Ciel, “oh ya, tadi Tsurara terus mengkhawatirkanmu,loh..”
“Oh iya ya? ahaha” rasanya senang ada yang mengkhawatirkanku.
“Hey Cecil..” Ciel memulai topik lain.
“Kenapa?”
“Nanti seusai pulang sekolah, bagaimana kalau kita bertemu di taman kota?” ajaknya.
“Taman kota? Memangnya ada apa?” tanyaku balik.
Ciel menghela nafasnya, “Tsurara ingin bertemu denganmu.. itu..”
“Oh! Tentu! Kalau begitu aku tunggu kamu dan Yuuka disana ya!” ucapku setuju.
“Ya” dengan begitu Ciel langsung menutup teleponnya.
“Chii.. *stare” Claire dan Raven melihatiku.
“A-ada apa?” ucapku bingung.
“Kamu teleponan sama siapa?” tanya Raven padaku.
“Te-teman sekelas kok..” jawabku.
          Aku menerangkan pada mereka, khususnya Raven. Lalu aku langsung bersiap pergi ke taman kota karena jam sekolah disana sudah hampir selesai. Aku juga membawakan mereka roti ulang tahunku untuk dimakan bersama.
“Aku berangkat ya!” ucapku dn meninggalkan rumah baruku itu.
Ada senangnya sih, tidak perlu ada cegatan petugas keamanan saat akan pergi. Dan aku bisa merasakan bagaimana rasanya jalan di tengah jalan seperti yang dilakukan orang normal.
# Sampai di taman kota #
“Ehhh.. itu dia! Cecil!!” Yuuka memanggilku dari kejauhan.
Aku melihat tangannya melambaikan untuku, “Yuuka!” dan berlari kearahnya.
Dia langsung memelukku, “kau tak apa?” tanyanya.
“Nggak apa-apa..” jawabku dan tersenyum.
“Ahaha” Ciel yang ada di sebelahnya hanya tersenyum.
“Ihh!! Ciel-kun jangan ketawa dong!” ucap Yuuka padanya.
“Loh ada salahnya ya aku tertawa?” Ciel bertanya.
“Kalau kamu nampilin senyumku aku bisa tambah naksir!” Yuuka berkata.
Wajah Ciel langsung berbalik dingin.
“Ahaha!” gantian aku yang tidak bisa menahan tawaku.
“Tuh.. Cecil ketawa nggak dimarahin..” tutur Ciel nggak terima.
“Ealah, kamu sama Cecil kan berbeda..” jelas Yuuka.
Ciel menjawab, “berbeda gimana? Kita kan sama-sama manusia?”
Aku terus tertawa mendengar mereka bicara.
“Ah sudahlah, susah ngomong sama kamu..” ucap Yuuka menyerah.
          Akhirnya kami duduk di salah satu meja di taman kota itu. Ciel pun membelikan minum untuk kita. Itu karena aku tidak membawa minum padahal membawa roti ulang tahun.
“Nee,Cecil..” Yuuka bertanya padaku.
Aku menjawab, “kenapa?”
“Kudengar rumahmu..”
“Iya” jawabku tersenyum.
“Aku turut berduka soal Ayahmu ya..”
“Iya, terima kasih..”
“Kau tak apa?” tanyanya lagi.
“Sudah kubilang aku tak apa kan?” ucapku menyakinkannya.
“I-iya, benar juga..”
“Hey!” tiba-tiba Ciel kembali dan membawakan soft drink, “ini minumnya!”
          Kami makan bersama. Semua bilang rotinya enak, aku senang mendengarnya. Dan karena Yuuka sudah janji dengan temannya dia pulang duluan.
“Ciel..” aku memulai pembicaraan.
“Ya?” jawab anak itu sambil minum Coca-Cola miliknya.
“Se-selamat ulang tahun..” ucapku memberi ucapan padanya.
Dia tersenyum, “selamat ulang tahun juga,Cecil” dan mengeluarkan sebuah kotak.
“A-apa ini?” ucapku bertanya.
“Ya.. kau pikir ini apa?” tanya Ciel balik. Dia memberikan kotak itu padaku.
“U-untukku?” aku menerimanya.
“Ya. Bukalah..”
Yang bisa kulakukan hanya membukanya. “Ayo ke mall, kutunjukkan sesuatu!”
“Jadi.. kau punya waktu untuk pergi sekarang?” ucapnya padaku.
          Aku terkejut, ketika sampai di mall, Ciel memberiku boneka tupai yang kulihat di toko boneka. “Menurutmu apakah boneka ini jadi keren saat ini merupakan hadiah dariku?” tanyanya padaku. Aku terus melihat boneka ini, “ini.. boneka yang paling keren!”. Dan Ciel tersenyum padaku. Setelah usai, aku berpamitan pulang padanya.
“Loh? Cecil? Apa itu?” Raven yang sedang menyiram tanamannya di taman melihatku dengan anehnya membawa boneka itu.
Aku hanya menjawab, “ini.. hadiah..”
“Wah.. lucunya..” ucap Claire menyambung di belakang.
“Benar!” jawabku dan tersenyum pada mereka.

GowGow_Bloogie@Ciel+Rima
“Ciel disini.”
“Ohaa, Rima disini juga!”
Rima  : Hey,Ciel..
Ciel    : Ya?
Rima  : Kau kenapa? Kok muram?
Ciel    : Hmm.. bukan masalahmu. Lupakan saja
Rima  : Ha? Pelit!
Ciel    : Sudahlah, aku mau tidur dulu!
Rima  : *menyiprati Ciel dengan air
Ciel    : Nya! Hup! Plup! Hooo!! *kaget mode on
Rima  : Begitulah Ciel.. kalau kena air walau sedikit pasti ngomong yang nggak jelas
Ciel    : Baik,baik kau kalah,Rima! Berhenti membocorkan aib orang!
Rima  : Kalau begitu, beritahu apa penyebab kau muram?
Ciel    : *menghela nafas* begini lo.. *berbisik ke telinga Rima*
Rima  : HEK?! *lompat karena kaget
Ciel    : Anak ini juga.. sedikit kubilang topik itu langsung kaget
Rima  : Ciel juga! Ngomong itu janga ngada-ada!
Ciel    : Aku tidak mengada-ada! Tanya nenek!
(untuk sementara dihentikan karena babak pertengkaran)
Staff    : Ok,minna-san. Masih pada penasaran sebenarnya hubungan antara dua orang ini apa ya? silahkan hubungi *** *** ***, terima kasih. (?)
“Well.. Rima, and Ciel will offline. See ya!”
“Hey tunggu dong!” ß Rima
“Dasar gara-gara ngomong sama anak ini jadinya kepotong waktuku!” ß Ciel

||-♫ ZAAW ♫-|| 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar