"Cecil, siapa tadi itu?" Ayah menaruh jasnya dan
bertanya padaku.
Aku dengan muka malas menjawab, "bukan orang penting, hanya
teman sekelas."
"Selamat datang, Master, nona.." para pelayan rumah kami
yang menyadari kepulangan kami langsung berkumpul.
Aku hanya tersenyum dan berkata pada Ayah, "Ayah, aku mau ke
kamar ya.." dan segera berlari kesana.
Hanya berpikir, katanya Ciel nanti akan menelpon rumahku.
Bagaimana dia tahu namaku, dan sekaligus nama keluargaku? padahal aku belum
kasih tau. Hatiku tidak tenang, sampai sekarang hanya duduk di jendela agar
bisa berpikir jernih. Sebenarnya aku merasa risih karena belum mandi, ataupun
mengganti bajuku. Entah kenapa, aku benar-benar galau.
"*Tok,tok*" suara ketokan pintu berbunyi. "Young
Lady, kau disana?"
"Iya, masuklah.." aku yang masih melihat kearah
pemandangan tidak melihat Claire yang masuk ke kamarku.
"Saya bawakan cupcake, dan milkshake sore ini, Cecil.."
suara Claire terdengar menaruhnya di meja kamarku.
Aku hanya menjawab, "iya."
"Ada apa,Cecil? merasa tidak tenang?" dia bertanya.
"Nggak, cuma.." ucapku, "sudahlah Claire, aku
sedang tidak ingin membicarakannya.."
Claire tersenyum, "baiklah kalau begitu, saya permisi
dulu" dan berjalan keluar.
"Tunggu,Claire--"
Dia membalik, "ya?"
"Tolong jagakan telpon rumah ya, kalau ada orang telpon
untukku bilang padaku!"
"Tentu, Young Lady."
Setelah berkata
begitu pada Claire, perasaanku lebih nyaman. Aku tidak mau Ayah yang menerima
telepon itu. Beberapa menit aku akhirnya menutup jendelaku itu dan memandangi
cupcake diatas meja. Ada 4 buah disana, dan mereka semua memiliki rasa
kesukaanku. Coklat, moka, vanilla, dan coklat chips (yah, itu coklat lagi).
Karena benar-benar ingin segera memakannya, akhirnya aku mandi. Takut nanti
tanganku kotor, jadinya aku memutuskan untuk mandi dulu, maklum aku orangnya
sangat suka bersih.
"Yuuuppp,
sekarang aku sudah bersih!" ucapku dengan semangat keluar dari kamar
ganti. Aku tinggal memasang lensa kontak dan segera memakan cupcake.
Saat itu, tak heran aku bisa menghabiskan keempat-empatnya.
"Sepertinya aku tidak mau makan malam.." ucapku tak habis pikir.
"*tok tok* Young Lady, ada telpon untukmu!" Claire memanggilku dari
pintu. Aku yang kaget langsung keluar dari kamar untuk menerima telpon.
"Halo?" sapaku.
"Oh Cecil dear, apa ayahmu dirumah?" jawab orang yang
ada di telpon.
Aku melongo, "Granny?"
"Iya sayang, bagaimana kabarmu disana sayang? apakah Jepang
tempat yang menyenangkan?"
"I-iya nek, menyenangkan.. sebentar aku panggilkan Ayah ya
nek" aku segera menaruh telpon itu dan berjalan cepat ke kamar Ayah.
Mengabarinya kalau
ia mendapat telpon dari Nenek, dia pun segera keluar dari ruangannya. Aku yang
sebal dan merasa tertipu menghampiri Claire,
"Nenek tidak mencariku, mengapa kau memberi telponnya
kepadaku?" ucapku.
"Maaf,Cecil. Sebenarnya tadi nenekmu ingin bicara padamu
dulu.. jadi aku berikan padamu.." jawab Claire dan tersenyum.
"Honestly.."
"Oh..iya, jaga dirimu, bu." Ayah mengucapkan ucapan
terakhirnya dan menutup telpon,berniat segera kembali ke ruangannya.
Namun tiba-tiba
telpon berbunyi lagi, karena Ayah berada paling dekat dia pun menganggatnya.
"Iya? ..oh, Cecil. Dari siapa ini?... hem, baik."
"Cecil, ada telpon untukmu." dia memberikannya padaku.
Aku kaget, "oh tidak ini pasti dia!" dan menerima telpon
itu.
"Ya?"
"Cecil?"
"Ya?"
".. itu Ayahmu?"
"Ya."
"... kamu.."
"Ya?"
"Kenapa ngomong iya terus?"
"Halo? sebelum berbicara beritahu siapa kamu dulu dong!"
ketusku.
"O-owh, maaf lupa. Ini aku Ciel."
"(duh benar kan) ouh."
"Jadi, tentang lembaran yang diberikan Tanaka Sensei.."
"(wah, ternyata namanya Tanaka ya, guru itu?) ya,
kenapa?"
"Kapan kita bisa mendiskusikannya?"
"H-hah? niat
banget sih?"
“Memangnya kenapa?
Kan seharusnya bangga kita yang ditunjuk?”
"Aw, sudahlah. Itukan bisa kapan-kapan.”
“Hmm, kalau kamu tidak punya rencana besok,
bagaimana jika datang ke rumahku?” tanya Ciel tiba-tiba.
“(Aku tidak punya rencana sih, sebenarnya) hmm,
mungkin guru private-ku akan datang besok.. jadi,”
“Aduh, kapan ya? *omongannya terlihat gemetar*”
“(Yah, aku kasihan sama anak ini..) ya sudah deh,
bisa aku batalkan kok, (ini terpaksa).”
“Oh ya? *suaranya kembali segar*, baguslah, besok
pulang sekolah kesana ya.”
"Oh. Baiklah."
"Oh. Baiklah."
||-♫ ZAAW ♫-||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar