“Cama..
kau disana?” kataku sendiri di depan kaca berdiriku.
Lalu
aku menampilkan posisi lain, “ya, Cecil aku disini..” menjawab pada diriku
sendiri.
“Wah..
sudah lama tak bertemu ya!” aku melambaikan tanganku ke kaca.
Dan
ia menjawab lagi, “iya, 14 hari yang lama ya..”
“Eh,Cama..”
“Apa?”
ucap diriku sendiri, berbicara di kaca, “sudah kubilang itu nama yang aneh..”
“Memang aku ini orang yang aneh,
seorang hikikomori sejak kecil dan memutuskan membuat teman khayalan” sering aku
berkata itu saat tidak ada siapa-siapa bersamaku. Benar, temanku itu bernama
Cama. Sejak 6 tahun aku senang berbicara sendiri di cerminku bersama Cama walau
hanya berbicara dengan diriku sendiri namun sedikit mengubah suaraku.
“Ah..
menurutku bagus kok!” jawab diriku yang asli.
Cama
menjawab, “kau ini, mentang-mentang aku itu bagian darimu!”
Dia
memang keras kepala dan pemberani. “Ahaha, sudah sudah..” respon diriku.
“Nee,
tadi apa yang mau kau katakan?” Cama mulai memulai ke dasar.
Aku
menjawab, “oh! Hampir saja lupa!”
“Dasar
pelupa, kau Cecil bodoh!” omel Cama.
“Ah..
sudah aku tahu itu. Begini loh..” aku mulai menjelaskan. “Foto bayi yang aku
lihat di kamar Ayah dan album fotoku tadi itu, kenapa aku digendong seseorang?”
“Siapa
lagi kalau bukan Ibumu,bodoh!” Cama memukulku di kaca.
“Tapi
wajahnya entah kenapa berbeda dengan Mama..”
“Sudahlah
kau ini kalau nggak percaya ya curi aja foto itu nanti malam!” Cama memberi
solusi.
“Oh
iya!” lampu menyala muncul diatas kepalaku, “tapi susah.. aku harus ke kamar
Ayah..”
“Ya..
mau apa tidak?”
“Ahh..”
aku memegangi kepalaku, “tak tahu..”
Aku berpikir, sambil tidur-tiduran di
kasur “nanti malam aku mau ke rumahnya Ciel.. pintar juga ya anak itu, Senin
besoknya kan sekolah masuk siang. Tapi bagaimana dengan saran Cama tadi untuk
mengambil foto itu? Kan nggak bisa nanti malam?” bingungnya diriku. Lalu aku
mendengar sesuatu di depan kamarku, “Cecil! Papa mau rapat dulu ya!” ternyata
Ayah yang berbicara.
“Iya
Yah, hati-hati..” ucapku dan bersiap berpikir lagi.
“Eh
tunggu,” ide muncul di atas kepalaku, “kalau Ayah pergi bisa aku curi
sekarang!”
Setelah Ayah benar-benar pergi aku
menyelinap ke kamar Ayah. “Mana ya?” terus menerus mencarinya. Namun tiba-tiba,
“Young
Lady? Kau sedang apa?” Claire masuk kedalam juga.
Aku
kaget, “nya-nya! Nggak apa-apa, cuma mencari sesuatu aja”
“Boleh
kubantu?” saran Claire.
“Anu..
sebenarnya..” aku menerangkan, “aku mencari sebuah foto..”
“Pasti
yang ini?” lalu Claire mengeluarkan sesuatu dibalik sakunya.
“Loh?
Darimana kamu mendapatkannya?” ucapku bingung.
“Dari
kamar ini saat bersih-bersih.. aku ingin menunjukkannya padamu,Cecil..”
“Waah,
hebat! Makasih, Claire!” jawabku senang.
Claire
hanya tersenyum, “memangnya kenapa kau mencarinya?”
“Nggak
apa-apa sih..” aku menyembunyikan alasanku, “oh iya,Claire..”
“Iya,
kenapa?”
“Sebenarnya
aku butuh bantuanmu satu lagi..” ucapku, “bantu aku ya!”
“Hmm,
tapi apa itu?”
Aku
membisikinya, “begini loh..”
“Cecil kau hebat! Sangat hebat!”
ucapku sambil mempersiapkan baju yang akan kubawa ke rumah Ciel nanti.
Meninggalkan surat pergi kerumah teman nanti malam dengan alasan merayakan
ulang tahunnya dan akan kutitipkan pada Claire. Benar-benar sungguh ide yang
bagus daripada aku beradu mulut seperti kemarin pagi. Jika aku sudah pergi
duluan Ayah tidak akan melarangku, ahaha.
“Ciel,
ini aku sudah mau berangkat” aku mengirimkan sms ke nomer Ciel untuk
memberitahunya. Dan menemui Claire didepan untuk memberiku uang naik taxi.
Sudahlah
aku tak mau merepotkan supir di rumah, itu akan memperpanjang masalah.
# Sampai
disana #
Aku hanya berjalan layaknya orang asing dengan membawa tasku
dibelakang. Berharap ada yang menemukanku. Walau sudah diperbolehkan masuk oleh
petugas securitynya disana, tetap saja terasa aneh.
“Wah,
Cecil!” tiba-tiba aku bertemu dengan Ciel sedang memegang bunga.
Aku
menjawab, “selamat sore..”
“Sore,
makasih sudah mau datang, itu yang mau diucapkan Rima nanti..”
“Ha..”
aku tak tahu mau ngomong apa, “oh ya”
“Apa?”
ucapnya masih memegang bunga itu.
“Ngapain
megang bunga ditanganmu itu?” tanyaku.
“Eh?”
sepertinya dia baru nyadar. Dan langsung membuang bunganya itu.
Setelah
mengobrol sebentar diluar, kami akhirnya masuk. Aku melihat desain mansionnya
yang memang diubah seperti hall pesta.
“Cecil!!!!”
seseorang berlari kearahku, “terima kasih sudah mau dataang!!”
“I-iya
sama-sama,Rima..” jawabku pada anak yang imut itu.
“Tadi
aku menyuruh Ciel untuk menunggu diluar, kamu sudah bertemu dengannya kan?”
“Su-sudah..”
ucapku sambil melihat ke arah Ciel.
“Napa?”
Ciel menjawab dengan dinginnya.
“Nah..”
Rima menggandeng tanganku, “sana Ciel kamu tunjukin kamarnya ya!”
Ciel
terlihat terpaksa, “aku bukan babumu,Rima!”
Namun
akhirnya dia mengantarkanku juga.
“Ahaha,
aku geli sama Rima!” ucapku diperjalanan.
Ciel
menjawab, “ada apa dengannya?”
Aku
hanya bergeleng, “tapi Ciel.. sebenarnya hubunganmu sama Rima itu apa?”
“He-he?”
dia terlihat kaget.
“Hayoo,
apa nih?” aku memancingnya agar cepat menjawab.
“Kau
bisa menganggapku sebagai kakaknya” jawab Ciel singkat.
“Ha..”
aku kecewa, “itu sama seperti jawaban Rima..”
“Ha?
Ceritanya mau ngecek nih?”
“Iya
dong, kenapa?” ucapku datar.
“Sudahlah
jangan dibahas lagi” Ciel mendahuluiku.
“Hmm
sebenernya aku masih bingung sama hubungan kalian berdua, jadi..”
“Jadi
tidak usah dibicarakan, gampang kan?” Ciel melihat kemataku dengan tampang
seriusnya.
Aku
hanya bisa menjawab, “i-iya..” kalah dengan bicaranya.
#
Sampai dikamarnya #
“Disini”
Ciel membukakan pintunya.
“Makasih
udah nganterin aku” jawabku.
“Sama-sama,
tahu jalan di mansionku nggak?” ucap Ciel masih terlihat serius.
“Jujur..
kurang tahu” aku menaruhh tasku di dalam.
“Lalu..”
Ciel mengeluarkan sesuatu di kantongnya, “bawa peta ini bersamamu.”
“Ea,
petanya berantakan.. pasti buatan tangan?” tebakku dan menerima peta darinya.
“Buatanku”
jawab Ciel dan berjalan kearah pintu, “aku pergi dulu ya.”
“T-tunggu!”
aku mencegahnya.
“Apa?”
Ciel terlihat datar, tanpa ekspresi.
“Makasih,
petanya..” ucapku sambil menunduk.
“Sama-sama.
Aku hanya mau kamu nggak nyasar apalagi nyasar ke kamarku. Jadi, bye” dan dia
menutup pintu kamar itu dan pergi.
Aku
berpikir dalam hati, “ha.. kelihatannya dia marah deh..”
Selesai
aku menata apa yang harus aku taruh di kamar itu, seseorang membuka pintu.
“Cecil-nyaaan!!!”
Rima berteriak.
“Haw
haw, Ri-nyan~ ahaha” jawabku berusaha riang.
“Wah!
Panggilan yang bagus!” ia bersemangat.
“Makasih..”
aku pun tersenyum.
Rima
langsung menarik tanganku, “ayo! Ada seseorang yang harus kuperkenalkan
padamu!”
“He-he?”
Aku mengecek di sakuku, sudah kubawa
kah peta ancur yang tadi diberikan Ciel padaku. Lalu Rima cepat-cepat membawaku
di hall tengah.
“Maru-chan!
Ini yang namanya Cecil-nyan!” Rima memanggil seorang anak perempuan yang sedang
berdiri tegak disana. Wajahnya dingin sekali.
“Oh..”
dia menjawab, suaranya pun tak seperti yang ada di bayanganku.
“Maru-chan,
ini Cecil-nyan. Cecil-nyan, ini Maru-chan..” lanjut Rima.
“Salam
kenal yah..” aku tersenyum pada anak itu.
“Siapa
nama lengkapmu?” anak itu bertanya padaku.
“Eh?” jawabku, “Cecil
Salvatierra..”
“Hmm, namaku Ayaka Maru. Salam kenal”
dengan dinginnya.
“I-iya, salam kenal juga.. Ayaka-san..
(nggak enak jadinya deh kalo panggil Maru)”
“Thehehe, Maru ini sabahatku..
sedangkan Cecil itu temannya Ciel..” Rima menerangkan.
“Oh.. begitu ya?” responku.
“By the way” Ayaka-san menoleh
kanan-kiri, “Ciel-kun dimana?”
“Ohh..” Rima menajawab, “sebentar ya..”
dan dia mengeluarkan hand phonenya.
“Apa yang akan kau lakukan,Rima?”
tanyaku padanya.
“Aku mau menelpon Ciel..” jawab Rima.
“He? Masih menelpon walaupun tinggal seatap?!”
ucapku heran.
“..Oh?
iya..” sepertinya telepon Rima sudah tesambung, “ok, kamu kesini ya!”
.. Beberapa saat kemudian..
“Ada apa?” tiba-tiba sosok Ciel muncul
dari balik tembok.
“Ciel-kuunn!!!” Ayaka-san berubah
drastis dari sikapnya yang dingin sebelumnya menjadi super-hyper.
Melihat reaksi Ayaka, Ciel berlari
menjauh “tidaaak!!” berteriak ketakutan.
“Loh?” aku yang bingung sendiri disini,
hanya melihat Ciel kejar-kejaran sama Ayaka-san, “mereka kenapa?”
Rima menjawab kebingunganku,
“sebenarnya.. Ayaka itu suka sama Ciel.”
“Hoh? (kukira kamu yang suka sama dia)”
jawabku, “maksudnya?”
“Iya.. sejak kecil dia selalu ingin
memeluk Ciel karena keimutannya” lanjutnya.
“Tapi malah kayaknya kamu lebih bisa
memeluk Ciel kayak kemarin?” aku masih bingung.
Anak manis itu tersenyum, “yaiya lah,
statusku ke Ciel sama status Maru-chan berbeda.. wajar itu! Tapi tetap saja
Maru senang sama Ciel..”
“Maksudnya.. suka.. suka itu cinta
seperti itu?!” ucapku kaget.
Rima mengangguk, “mau aku ceritain?”
“Okeh, gimana nih?” aku menerima.
“Jadi.. dulu saat pertama kali aku
bertemu dengan Ciel.. Maru yang memperkenalkannya padaku..”
# Di sebuah taman, Rima kecil berlarian
bersama Aya kecil #
“Ri-nyaan, sini Ri-nyaan!! Cepat!” Maru
memanggilku.
Aku yang tidak bisa berlari cepat
menjawab, “ada apa sih, Maru-chan? Tunggu aku!”
“Sini dong!”
Setelah beberapa menit akhirnya aku
bisa menyusulnya. “Ada apa Maru-chan?”
tanyaku yang masih berumur 7 tahun.
“Sini aku kenalkan sama pacarku.. dia
orang kaya seperti kamu loh..” Maru menjawab.
“Hah? Kamu punya pacar?” jawabku kaget.
Anak kecil mana tahu pacaran.
“Iya.. sini! Orangnya manis banget
loh!” dia menarik tanganku dan berlari.
# Tiba di sebuah ayunan ada Ciel kecil,
sendirian #
“Ciel-kuuunnn..” Maru memanggil anak
yang sebelumnya belum aku ketahui.
“Anak ini.. pacarmu?” aku bertanya pada
Maru-chan. Tentu aku mengenalnya karena setiap hari sebenarnya aku bertemu
dengannya.
Anak lelaki itu hanya melihat wajahku,
diam tanpa sepatah kata.
Aku dengan Maru
adalah sahabat sejak kecil. Tapi terkadang karena sifatnya lebih dewasa dariku
aku jadi iri padanya. Jadi terkadang ada hal yang meliput hanya untuk orang
yang lebih dewasa yang bisa tahu, dan dia menyembunyikannya ke aku, seperti
masalah ini contohnya.
Anak laki-laki itu hanya duduk
sendirian di ayunan. Dia melihat kita dengan muka yang dingin.
“Ciel-kun..”
Maru mengayunkan ayunan anak itu, “kok diem aja sih?”
“Apa?”
anak itu menjawab, suaranya manis sekali.
“Nah..
Ri-nyan, kenalin ini Ciel..” ucap Maru padaku.
“...”
aku hanya diam, aku sebenarnya sudah mengenalnya sebelum Maru.
“Aku bukan pacarmu,bodoh” jawab Ciel dengan
mukanya yang dingin.
“Ah!”
Maru marah, “kau ini pasti berkata seperti itu! Jangan dong! Bohong!”
“Siapa
yang bohong? Bodoh” lanjut Ciel.
Tiba-tiba
angin bertiup kencang, mamaku datang untuk menjemputku.
“Ciel..
ayo Ciel kita pulang,ya?” ucapnya.
“Mama..”
Ciel hanya melihatnya.
“Loh?”
Mamanya Ciel melihat kearahku, “Rima nanti nyusul ya..”
Dan
aku pun hanya mengangguk.
Tante
itu tersenyum dan pulang.
Aku
melambaikan tanganku dengan kaku.
Maru-chan
juga melambaikan tangannya padanya.
#
Flash Back END #
“Oh..
jadi begitu?” ucapku, mulai mengerti.
“Iya
begitu. Dan sampai sekarang Maru-chan masih niat-niatnya mengejar Ciel..” jawab
Rima, “sebagai sahabatnya aku bingung apa yang harus aku lakuin..”
“Aduh..
bingung saya! Hubunganmu sama Ciel itu apa??” tanyaku lagi.
“Ah..
susah menjelaskannya.. lagian aku nggak mau ngomong sama semua orang” ucapnya
dengan wajah imutnya, “aku takut gimana didepannya nanti? Haaah..”
“Percumah,
kamu ngomong apa begitu aku nggak bakal mudeng..” jawabku putus asa.
“Ahaha”
anak itu hanya tertawa.
Sore itu, persiapan pesta sangat
terlihat sibuk. Rima mengecek semua persiapan yang ada bersama sahabatnya.
Sepertinya pestaku nantinya juga begini. Aku sudah bilang pada Yuuka untuk
datang, tapi dia kok belum datang-datang yah?.
“Cecil?
Sedang apa kau disini?” seseorang menemukanku sendirian di taman.
Aku
melihat siapa itu, “oh.. enaknya ngapain ya? aku sedang memastikan Yuuka datang
atau tidak” jawabku ke Ciel.
Dia
duduk di sebelahku. “Duh.. capeknya.”
“Kenapa
capek?” tanyaku padanya dan menjauh sedikit.
“Tadi,
Aya terus mengejarku sampai mutar-mutar lantai 2” jawabnya.
“Yah.
Nasibmu sendiri lah.. ahaha”
“Hemp.
Bagaimana lagi ya?”
“Oh..”
hal ini mengingatkanku pada sesuatu, “ulang tahunmu besok tanggal 24 kah?”
“Darimana
kamu tahu?” jawabnya.
“Dari
Rima, kemarin dia memberitahuku..”
“Oh..”
“Hey,Ciel”
aku menaikkan dan membuka tanganku lebar-lebar.
“Kenapa?
Kenapa tanganmu?”
“Toss
dong! Ulang tahun kita sama loh!” ucapku dan tersenyum.
“Masa?”
dia juga melakukan sama sepertiku.
“Iya
dong! Masa bohong?”
“Ok
deh”
“Toss!!”
kita pun melakukannya.
“Hmm,”
Ciel bicara tanpa topik.
“Ada
apa?” aku bertanya padanya.
“Kamu
sudah ngelanjutin belajar untuk olimpiade itu?” tanya Ciel.
“Hmm
untuk apa? Nanti juga kita dibimbing sama senpai?” jawabku.
“Masa
sih? Yasudah nggak jadi deh”
“*krik
krik krik*” tidak ada topik di pikiran kita.
“Eh!”
“Eh!”
kita secara serentak berkata.
“Kamu
duluan” dan Ciel pun mengalah.
“Ok..”
aku bersyukur menang, “jadi.. besok kamu mau hadiah apa?” tanyaku.
“Loh
pertanyaan kita sama..” dia menundukkan kepalanya.
“Begitu
ya?” aku tersenyum, “ahaha jadi maunya apa?”
“Apa
ya? terserah deh” jawabnya, “nggak juga nggak apa-apa. Hadiah itu nggak mesti
barang bisa jadi perasaan juga.”
“Wah..
bahasanya ahaha” sindirku.
“Sudahlah..
lha kamu mau apa?” tuturnya.
“Apa
ya?” jawabku, “terserah juga deh.. ahaha”
“Kau
ini mengopi jawabanku” omelku.
“Tidak
tahu ya? didalamku ini ada mesin foto kopi..!”
“Haduh”
dia hanya bisa menurut perkataanku, “eh iya Cecil?”
“Iya,
apa?”
“Nanti..
pakai baju yang ada di lemari dari Rima ya?” ucapnya.
“Hah?
Maksudmu baju pink itu?!” kataku kaget.
“Loh
kenapa memangnya?”
“Nggak
kenapa-kenapa sih.. (kenapa pink?! Tapi ini untuk Rima jadi..)”
“Oh,
yaudah. Pake ya aku disuruh kasih tahu ke kamu soalnya” ucap Ciel.
“Ya
ya, nanti aku pakai”
#
Malam Harinya #
♪ GowGow_Bloogie@Ciel
♪
“Ahoi!
Ciel sekarang disini sendirian!”
Ekhem, minna-san. Di minggu ketiga ini
kita punya banyak surat. Namun aku hanya bisa membacakan salah satu. Surat ini
berkata..
“Ciel-kun,
aku ingin tanya.. kemarin kan
GowGow_Bloogie episode 2 ada aib tentang Cecil. Bisa kasih tahu kan?”
Yap. Karena sudah janji jadi akan aku
kasih tahu sekarang. Cukup simple sih, kalau di cerita Cecil itu sok diam,
keren, dan baik hati. Tapi aslinya dia itu gila, dan keras kepala. Eits, kenapa
saya bisa tahu? Itu rahasia pribadi :D. Sedangkan diri saya sendiri juga hampir
sama, dicerita dingin, baik, tapi sok keren. Tapi aslinya phobia cewek alay dan
kurang masuk akal juga tapi masih baik kok tenang aja *plak.
Ok, terima kasih.. pengirim yang
beruntung bernama Ciel (wah ini aku loh yang ngirim sendiri 8D *plak). Ohohoho,
perbuatan sengajaku nih :P
“Well,
waktunya habis! Jangan kasih tahu yang tadi ke Cecil ya!”
||-♫ ZAAW ♫-||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar