Sabtu, 07 Januari 2012

24th Desembers - Chapter 10


“Cama.. kau disana?” kataku sendiri di depan kaca berdiriku.
Lalu aku menampilkan posisi lain, “ya, Cecil aku disini..” menjawab pada diriku sendiri.
“Wah.. sudah lama tak bertemu ya!” aku melambaikan tanganku ke kaca.
Dan ia menjawab lagi, “iya, 14 hari yang lama ya..”
“Eh,Cama..”
“Apa?” ucap diriku sendiri, berbicara di kaca, “sudah kubilang itu nama yang aneh..”
          “Memang aku ini orang yang aneh, seorang hikikomori sejak kecil dan memutuskan membuat teman khayalan” sering aku berkata itu saat tidak ada siapa-siapa bersamaku. Benar, temanku itu bernama Cama. Sejak 6 tahun aku senang berbicara sendiri di cerminku bersama Cama walau hanya berbicara dengan diriku sendiri namun sedikit mengubah suaraku.
“Ah.. menurutku bagus kok!” jawab diriku yang asli.
Cama menjawab, “kau ini, mentang-mentang aku itu bagian darimu!”
Dia memang keras kepala dan pemberani. “Ahaha, sudah sudah..” respon diriku.
“Nee, tadi apa yang mau kau katakan?” Cama mulai memulai ke dasar.
Aku menjawab, “oh! Hampir saja lupa!”
“Dasar pelupa, kau Cecil bodoh!” omel Cama.
“Ah.. sudah aku tahu itu. Begini loh..” aku mulai menjelaskan. “Foto bayi yang aku lihat di kamar Ayah dan album fotoku tadi itu, kenapa aku digendong seseorang?”
“Siapa lagi kalau bukan Ibumu,bodoh!” Cama memukulku di kaca.
“Tapi wajahnya entah kenapa berbeda dengan Mama..”
“Sudahlah kau ini kalau nggak percaya ya curi aja foto itu nanti malam!” Cama memberi solusi.
“Oh iya!” lampu menyala muncul diatas kepalaku, “tapi susah.. aku harus ke kamar Ayah..”
“Ya.. mau apa tidak?”
“Ahh..” aku memegangi kepalaku, “tak tahu..”
          Aku berpikir, sambil tidur-tiduran di kasur “nanti malam aku mau ke rumahnya Ciel.. pintar juga ya anak itu, Senin besoknya kan sekolah masuk siang. Tapi bagaimana dengan saran Cama tadi untuk mengambil foto itu? Kan nggak bisa nanti malam?” bingungnya diriku. Lalu aku mendengar sesuatu di depan kamarku, “Cecil! Papa mau rapat dulu ya!” ternyata Ayah yang berbicara.
“Iya Yah, hati-hati..” ucapku dan bersiap berpikir lagi.
“Eh tunggu,” ide muncul di atas kepalaku, “kalau Ayah pergi bisa aku curi sekarang!”
          Setelah Ayah benar-benar pergi aku menyelinap ke kamar Ayah. “Mana ya?” terus menerus mencarinya. Namun tiba-tiba,
“Young Lady? Kau sedang apa?” Claire masuk kedalam juga.
Aku kaget, “nya-nya! Nggak apa-apa, cuma mencari sesuatu aja”
“Boleh kubantu?” saran Claire.
“Anu.. sebenarnya..” aku menerangkan, “aku mencari sebuah foto..”
“Pasti yang ini?” lalu Claire mengeluarkan sesuatu dibalik sakunya.
“Loh? Darimana kamu mendapatkannya?” ucapku bingung.
“Dari kamar ini saat bersih-bersih.. aku ingin menunjukkannya padamu,Cecil..”
“Waah, hebat! Makasih, Claire!” jawabku senang.
Claire hanya tersenyum, “memangnya kenapa kau mencarinya?”
“Nggak apa-apa sih..” aku menyembunyikan alasanku, “oh iya,Claire..”
“Iya, kenapa?”
“Sebenarnya aku butuh bantuanmu satu lagi..” ucapku, “bantu aku ya!”
“Hmm, tapi apa itu?”
Aku membisikinya, “begini loh..”
          “Cecil kau hebat! Sangat hebat!” ucapku sambil mempersiapkan baju yang akan kubawa ke rumah Ciel nanti. Meninggalkan surat pergi kerumah teman nanti malam dengan alasan merayakan ulang tahunnya dan akan kutitipkan pada Claire. Benar-benar sungguh ide yang bagus daripada aku beradu mulut seperti kemarin pagi. Jika aku sudah pergi duluan Ayah tidak akan melarangku, ahaha.
“Ciel, ini aku sudah mau berangkat” aku mengirimkan sms ke nomer Ciel untuk memberitahunya. Dan menemui Claire didepan untuk memberiku uang naik taxi.
Sudahlah aku tak mau merepotkan supir di rumah, itu akan memperpanjang masalah.
# Sampai disana #
Aku hanya berjalan layaknya orang asing dengan membawa tasku dibelakang. Berharap ada yang menemukanku. Walau sudah diperbolehkan masuk oleh petugas securitynya disana, tetap saja terasa aneh.
“Wah, Cecil!” tiba-tiba aku bertemu dengan Ciel sedang memegang bunga.
Aku menjawab, “selamat sore..”
“Sore, makasih sudah mau datang, itu yang mau diucapkan Rima nanti..”
“Ha..” aku tak tahu mau ngomong apa, “oh ya”
“Apa?” ucapnya masih memegang bunga itu.
“Ngapain megang bunga ditanganmu itu?” tanyaku.
“Eh?” sepertinya dia baru nyadar. Dan langsung membuang bunganya itu.
Setelah mengobrol sebentar diluar, kami akhirnya masuk. Aku melihat desain mansionnya yang memang diubah seperti hall pesta.
“Cecil!!!!” seseorang berlari kearahku, “terima kasih sudah mau dataang!!”
“I-iya sama-sama,Rima..” jawabku pada anak yang imut itu.
“Tadi aku menyuruh Ciel untuk menunggu diluar, kamu sudah bertemu dengannya kan?”
“Su-sudah..” ucapku sambil melihat ke arah Ciel.
“Napa?” Ciel menjawab dengan dinginnya.
“Nah..” Rima menggandeng tanganku, “sana Ciel kamu tunjukin kamarnya ya!”
Ciel terlihat terpaksa, “aku bukan babumu,Rima!”
Namun akhirnya dia mengantarkanku juga.
“Ahaha, aku geli sama Rima!” ucapku diperjalanan.
Ciel menjawab, “ada apa dengannya?”
Aku hanya bergeleng, “tapi Ciel.. sebenarnya hubunganmu sama Rima itu apa?”
“He-he?” dia terlihat kaget.
“Hayoo, apa nih?” aku memancingnya agar cepat menjawab.
“Kau bisa menganggapku sebagai kakaknya” jawab Ciel singkat.
“Ha..” aku kecewa, “itu sama seperti jawaban Rima..”
“Ha? Ceritanya mau ngecek nih?”
“Iya dong, kenapa?” ucapku datar.
“Sudahlah jangan dibahas lagi” Ciel mendahuluiku.
“Hmm sebenernya aku masih bingung sama hubungan kalian berdua, jadi..”
“Jadi tidak usah dibicarakan, gampang kan?” Ciel melihat kemataku dengan tampang seriusnya.
Aku hanya bisa menjawab, “i-iya..” kalah dengan bicaranya.
# Sampai dikamarnya #
“Disini” Ciel membukakan pintunya.
“Makasih udah nganterin aku” jawabku.
“Sama-sama, tahu jalan di mansionku nggak?” ucap Ciel masih terlihat serius.
“Jujur.. kurang tahu” aku menaruhh tasku di dalam.
“Lalu..” Ciel mengeluarkan sesuatu di kantongnya, “bawa peta ini bersamamu.”
“Ea, petanya berantakan.. pasti buatan tangan?” tebakku dan menerima peta darinya.
“Buatanku” jawab Ciel dan berjalan kearah pintu, “aku pergi dulu ya.”
“T-tunggu!” aku mencegahnya.
“Apa?” Ciel terlihat datar, tanpa ekspresi.
“Makasih, petanya..” ucapku sambil menunduk.
“Sama-sama. Aku hanya mau kamu nggak nyasar apalagi nyasar ke kamarku. Jadi, bye” dan dia menutup pintu kamar itu dan pergi.
Aku berpikir dalam hati, “ha.. kelihatannya dia marah deh..”
Selesai aku menata apa yang harus aku taruh di kamar itu, seseorang membuka pintu.
“Cecil-nyaaan!!!” Rima berteriak.
“Haw haw, Ri-nyan~ ahaha” jawabku berusaha riang.
“Wah! Panggilan yang bagus!” ia bersemangat.
“Makasih..” aku pun tersenyum.
Rima langsung menarik tanganku, “ayo! Ada seseorang yang harus kuperkenalkan padamu!”
“He-he?”
          Aku mengecek di sakuku, sudah kubawa kah peta ancur yang tadi diberikan Ciel padaku. Lalu Rima cepat-cepat membawaku di hall tengah.
“Maru-chan! Ini yang namanya Cecil-nyan!” Rima memanggil seorang anak perempuan yang sedang berdiri tegak disana. Wajahnya dingin sekali.
“Oh..” dia menjawab, suaranya pun tak seperti yang ada di bayanganku.
“Maru-chan, ini Cecil-nyan. Cecil-nyan, ini Maru-chan..” lanjut Rima.
“Salam kenal yah..” aku tersenyum pada anak itu.
“Siapa nama lengkapmu?” anak itu bertanya padaku.
“Eh?” jawabku, “Cecil Salvatierra..”
“Hmm, namaku Ayaka Maru. Salam kenal” dengan dinginnya.
“I-iya, salam kenal juga.. Ayaka-san.. (nggak enak jadinya deh kalo panggil Maru)”
“Thehehe, Maru ini sabahatku.. sedangkan Cecil itu temannya Ciel..” Rima menerangkan.
“Oh.. begitu ya?” responku.
“By the way” Ayaka-san menoleh kanan-kiri, “Ciel-kun dimana?”
“Ohh..” Rima menajawab, “sebentar ya..” dan dia mengeluarkan hand phonenya.
“Apa yang akan kau lakukan,Rima?” tanyaku padanya.
“Aku mau menelpon Ciel..” jawab Rima.
“He? Masih menelpon walaupun tinggal seatap?!” ucapku heran.
 “..Oh? iya..” sepertinya telepon Rima sudah tesambung, “ok, kamu kesini ya!”
.. Beberapa saat kemudian..
“Ada apa?” tiba-tiba sosok Ciel muncul dari balik tembok.
“Ciel-kuunn!!!” Ayaka-san berubah drastis dari sikapnya yang dingin sebelumnya menjadi super-hyper.
Melihat reaksi Ayaka, Ciel berlari menjauh “tidaaak!!” berteriak ketakutan.
“Loh?” aku yang bingung sendiri disini, hanya melihat Ciel kejar-kejaran sama Ayaka-san, “mereka kenapa?”
Rima menjawab kebingunganku, “sebenarnya.. Ayaka itu suka sama Ciel.”
“Hoh? (kukira kamu yang suka sama dia)” jawabku, “maksudnya?”
“Iya.. sejak kecil dia selalu ingin memeluk Ciel karena keimutannya” lanjutnya.
“Tapi malah kayaknya kamu lebih bisa memeluk Ciel kayak kemarin?” aku masih bingung.
Anak manis itu tersenyum, “yaiya lah, statusku ke Ciel sama status Maru-chan berbeda.. wajar itu! Tapi tetap saja Maru senang sama Ciel..”
“Maksudnya.. suka.. suka itu cinta seperti itu?!” ucapku kaget.
Rima mengangguk, “mau aku ceritain?”
“Okeh, gimana nih?” aku menerima.
“Jadi.. dulu saat pertama kali aku bertemu dengan Ciel.. Maru yang memperkenalkannya padaku..”
# Di sebuah taman, Rima kecil berlarian bersama Aya kecil #
“Ri-nyaan, sini Ri-nyaan!! Cepat!” Maru memanggilku.
Aku yang tidak bisa berlari cepat menjawab, “ada apa sih, Maru-chan? Tunggu aku!”
“Sini dong!”
Setelah beberapa menit akhirnya aku bisa menyusulnya.  “Ada apa Maru-chan?” tanyaku yang masih berumur 7 tahun.
“Sini aku kenalkan sama pacarku.. dia orang kaya seperti kamu loh..” Maru menjawab.
“Hah? Kamu punya pacar?” jawabku kaget. Anak kecil mana tahu pacaran.
“Iya.. sini! Orangnya manis banget loh!” dia menarik tanganku dan berlari.
# Tiba di sebuah ayunan ada Ciel kecil, sendirian #
“Ciel-kuuunnn..” Maru memanggil anak yang sebelumnya belum aku ketahui.
“Anak ini.. pacarmu?” aku bertanya pada Maru-chan. Tentu aku mengenalnya karena setiap hari sebenarnya aku bertemu dengannya.
Anak lelaki itu hanya melihat wajahku, diam tanpa sepatah kata.
Aku dengan Maru adalah sahabat sejak kecil. Tapi terkadang karena sifatnya lebih dewasa dariku aku jadi iri padanya. Jadi terkadang ada hal yang meliput hanya untuk orang yang lebih dewasa yang bisa tahu, dan dia menyembunyikannya ke aku, seperti masalah ini contohnya.
Anak laki-laki itu hanya duduk sendirian di ayunan. Dia melihat kita dengan muka yang dingin.
“Ciel-kun..” Maru mengayunkan ayunan anak itu, “kok diem aja sih?”
“Apa?” anak itu menjawab, suaranya manis sekali.
“Nah.. Ri-nyan, kenalin ini Ciel..” ucap Maru padaku.
“...” aku hanya diam, aku sebenarnya sudah mengenalnya sebelum Maru.
 “Aku bukan pacarmu,bodoh” jawab Ciel dengan mukanya yang dingin.
“Ah!” Maru marah, “kau ini pasti berkata seperti itu! Jangan dong! Bohong!”
“Siapa yang bohong? Bodoh” lanjut Ciel.
Tiba-tiba angin bertiup kencang, mamaku datang untuk menjemputku.
“Ciel.. ayo Ciel kita pulang,ya?” ucapnya.
“Mama..” Ciel hanya melihatnya.
“Loh?” Mamanya Ciel melihat kearahku, “Rima nanti nyusul ya..”
Dan aku pun hanya mengangguk.
Tante itu tersenyum dan pulang.
Aku melambaikan tanganku dengan kaku.
Maru-chan juga melambaikan tangannya padanya.
# Flash Back END #
“Oh.. jadi begitu?” ucapku, mulai mengerti.
“Iya begitu. Dan sampai sekarang Maru-chan masih niat-niatnya mengejar Ciel..” jawab Rima, “sebagai sahabatnya aku bingung apa yang harus aku lakuin..”
“Aduh.. bingung saya! Hubunganmu sama Ciel itu apa??” tanyaku lagi.
“Ah.. susah menjelaskannya.. lagian aku nggak mau ngomong sama semua orang” ucapnya dengan wajah imutnya, “aku takut gimana didepannya nanti? Haaah..”
“Percumah, kamu ngomong apa begitu aku nggak bakal mudeng..” jawabku putus asa.
“Ahaha” anak itu hanya tertawa.
          Sore itu, persiapan pesta sangat terlihat sibuk. Rima mengecek semua persiapan yang ada bersama sahabatnya. Sepertinya pestaku nantinya juga begini. Aku sudah bilang pada Yuuka untuk datang, tapi dia kok belum datang-datang yah?.
“Cecil? Sedang apa kau disini?” seseorang menemukanku sendirian di taman.
Aku melihat siapa itu, “oh.. enaknya ngapain ya? aku sedang memastikan Yuuka datang atau tidak” jawabku ke Ciel.
Dia duduk di sebelahku. “Duh.. capeknya.”
“Kenapa capek?” tanyaku padanya dan menjauh sedikit.
“Tadi, Aya terus mengejarku sampai mutar-mutar lantai 2” jawabnya.
“Yah. Nasibmu sendiri lah.. ahaha”
“Hemp. Bagaimana lagi ya?”
“Oh..” hal ini mengingatkanku pada sesuatu, “ulang tahunmu besok tanggal 24 kah?”
“Darimana kamu tahu?” jawabnya.
“Dari Rima, kemarin dia memberitahuku..”
“Oh..”
“Hey,Ciel” aku menaikkan dan membuka tanganku lebar-lebar.
“Kenapa? Kenapa tanganmu?”
“Toss dong! Ulang tahun kita sama loh!” ucapku dan tersenyum.
“Masa?” dia juga melakukan sama sepertiku.
“Iya dong! Masa bohong?”
“Ok deh”
“Toss!!” kita pun melakukannya.
“Hmm,” Ciel bicara tanpa topik.
“Ada apa?” aku bertanya padanya.
“Kamu sudah ngelanjutin belajar untuk olimpiade itu?” tanya Ciel.
“Hmm untuk apa? Nanti juga kita dibimbing sama senpai?” jawabku.
“Masa sih? Yasudah nggak jadi deh”
“*krik krik krik*” tidak ada topik di pikiran kita.
“Eh!”
“Eh!” kita secara serentak berkata.
“Kamu duluan” dan Ciel pun mengalah.
“Ok..” aku bersyukur menang, “jadi.. besok kamu mau hadiah apa?” tanyaku.
“Loh pertanyaan kita sama..” dia menundukkan kepalanya.
“Begitu ya?” aku tersenyum, “ahaha jadi maunya apa?”
“Apa ya? terserah deh” jawabnya, “nggak juga nggak apa-apa. Hadiah itu nggak mesti barang bisa jadi perasaan juga.”
“Wah.. bahasanya ahaha” sindirku.
“Sudahlah.. lha kamu mau apa?” tuturnya.
“Apa ya?” jawabku, “terserah juga deh.. ahaha”
“Kau ini mengopi jawabanku” omelku.
“Tidak tahu ya? didalamku ini ada mesin foto kopi..!”
“Haduh” dia hanya bisa menurut perkataanku, “eh iya Cecil?”
“Iya, apa?”
“Nanti.. pakai baju yang ada di lemari dari Rima ya?” ucapnya.
“Hah? Maksudmu baju pink itu?!” kataku kaget.
“Loh kenapa memangnya?”
“Nggak kenapa-kenapa sih.. (kenapa pink?! Tapi ini untuk Rima jadi..)”
“Oh, yaudah. Pake ya aku disuruh kasih tahu ke kamu soalnya” ucap Ciel.
“Ya ya, nanti aku pakai”
# Malam Harinya #

GowGow_Bloogie@Ciel
“Ahoi! Ciel sekarang disini sendirian!”
          Ekhem, minna-san. Di minggu ketiga ini kita punya banyak surat. Namun aku hanya bisa membacakan salah satu. Surat ini berkata..
“Ciel-kun, aku ingin tanya.. kemarin  kan GowGow_Bloogie episode 2 ada aib tentang Cecil. Bisa kasih tahu kan?”
          Yap. Karena sudah janji jadi akan aku kasih tahu sekarang. Cukup simple sih, kalau di cerita Cecil itu sok diam, keren, dan baik hati. Tapi aslinya dia itu gila, dan keras kepala. Eits, kenapa saya bisa tahu? Itu rahasia pribadi :D. Sedangkan diri saya sendiri juga hampir sama, dicerita dingin, baik, tapi sok keren. Tapi aslinya phobia cewek alay dan kurang masuk akal juga tapi masih baik kok tenang aja *plak.
          Ok, terima kasih.. pengirim yang beruntung bernama Ciel (wah ini aku loh yang ngirim sendiri 8D *plak). Ohohoho, perbuatan sengajaku nih :P
“Well, waktunya habis! Jangan kasih tahu yang tadi ke Cecil ya!”


||-♫ ZAAW ♫-|| 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar