# Di hari saat
Olimpiade.. #
Hari itu kami berhasil mendapat medali
emas. Beberapa minggu yang lalu kami berdua sudah belajar bersama kakak kelas,
Jirou senpai dan Ai senpai. Kami juga belajar dengan keras di rumah.
Mereka terlihat sangat senang.
Guru-guru, Ai, Snake, Yuuka, Claire, Rima serta beberapa suporter dari sekolah
bertepuk tangan keras.
Namun Raven tidak pernah pulang ke
rumahnya sejak hari itu saat dia meninggalkan rumahnya. Aku terus menanyakan
pada Claire kemana ia pergi, namun Claire hanya tutup mulut.
Aku tahu pasti
ada sesuatu.
# 3 tahun
berlalu.. #
“Cecil!”
seseorang membuka pintu kamarku dengan kencang.
Berhubung aku
sedang berkaca, berbicara dengan Cama, aku dengan sengaja menghentikannya.
“O-oh!”
Walau umurku sudah berumur 17 tahun,
kebiasaanku masih terus sama. Tiba-tiba aku melihat seseorang masuk ke kamarku.
Laki-laki berbaju hitam, basah. Mukanya terlihat menyimpan sebuah kesedihan.
“Ciel!”
teriakku.
“...” anak itu
diam, dia menundukkan wajahnya.
Namun aku hanya
tersenyum. Sudah beberapa hari tidak bertemu dengannya karena dia lebih sibuk
dengan sekolahnya.
Untuk menghindari bencana karena kami
adalah salah satu Anak Iblis yang bisa dipertemukan akan mengakibatkan bencana
tidak pandang buluh, kami tidak tinggal se-rumah dan tidak belajar di sekolah
yang sama. Kami pun jarang bertemu. Namun tidak ada sekecil bencana terjadi,
sebenarnya aku sedikit penasaran apa yang terjadi?. Apapun itu, jika sepasang
Anak Iblis disatukan, akan ada bencana datang.
“A-aku..”
suaranya terputus-putus, “aku melihat.. sesuatu..”
Namun aku hanya
mengambilkannya handuk, “kau basah,Ciel..”
“Jangan
pedulikan aku,Kak!” ucapnya membantah, “saat ini air tidak akan membuatku
lemah! Karena.. karena..”
“Aku tahu.. kau
memang sudah berbeda dari Ciel 3 tahun lalu” ucapku dan memeluknya, “tapi
setidaknya tenangkan pikiranmu dan bicaralah yang jelas..”
“Cecil..”
Setelah sedikit mengeringkan badannya,
Ciel tidak terlalu gemetar layaknya saat pertama kali masuk ke kamarku. Aku
tahu air masihlah menjadi kelemahannya. Namun dia menutupinya untuk datang
kemari.
Ciel bercerita mengapa dia datang
kembali. Dia juga meminta maaf akan masuk ke kamar anak perempuan tanpa
mengetok pintu terlebih dahulu. Namun aku tidak terlalu bisa mengerti apa yang
dia ucapkan. Dengan sekejap, dia menarik tangan kananku dan membawaku keluar
dari rumah.
Claire pun berteriak kemana aku akan
pergi, namun Ciel tetap memegangi tanganku dan berlari keluar. Pengasuh bayiku
itu pun sepertinya mengikuti kami dari belakang. Aku berjalan di tengah hujan
lebat dengan penuh kabut yang gelap dan membuatku ketakutan.
Tanganku
mulai bergetar, aku ketakutan. Walau aku tahu Ciel ada di sampingku untuk
menjagaku, aku tetap merasa takut. Melihatnya gagah dari belakang membuatku
sedikit tenang. Namun kurasa karena hujan ini Ciel agak sedikit ketakutan juga.
“Kemana kalian
akan pergi, Young Lady! Young Master?!” tanya Claire dari belakang, berlari
sambil menjinjing rok panjang maid-nya.
Aku hanya
bertanya pada orang di depanku, “kemana kita akan pergi?!”
Namun anak itu
hanya diam.
Sesaat kemudian, kami sampai di sebuah
wilayah yang pernah kukunjungi sebelumnya. “Tempat ini..” aku berusaha
mengingat, “Pemakaman Salvatierra?!”. Tepat di ujung wilayah, Nenek dan Rima
berdiri disana, membawa payung dan melihat kearah mereka. Aku mendengar suara
kaki Rima mendekat ke arah kita, “Ciel! Bajumu basah semua..”
“Jangan
perhatikan aku!” teriak Ciel.
Dia menarik
tanganku erat-erat dan membawaku ke tempat Nenek berdiri.
Pertamanya aku
hanya melihat wajahnya dan lurus ke depan.
Lalu aku pun
mengecek apa yang ada di depanku itu.
“Fran
Salvetierra, 1 Januari XXXX – 12 Oktober XXXX” disana aku melihat makam Ayah.
Tepatnya, Ayah kami berdua. Namun aku menemukan satu makam baru di sebelahnya,
“Raven Salvatierra, 18 April XXXX – 12 Oktober XXXX” makam Mama, Mama kita
berdua.
Saat
melihatnya, aku merasa sangat syok. Benar-benar rasanya sangat pedih, kali ini
aku menangis di antara air hujan. “Huaaaaaaaaaaa!!” aku benar-benar tidak bisa
menahannya, aku terjatuh ke tanah, masih berteriak. Ciel mendekat kearahku dan
menyentuh pundakku. Dia namun sama sekali tidak mengucapkan apa-apa.
“Ciel..
Cecil..” tiba-tiba Claire mendekat kearah kami.
Begitu
pula Rima dan Nenek. Mereka berdua pun ikut menangis. Nenek yang merasa sedih
kehilangan anaknya. Serta Rima pun sedih kehilangan orang baik yang ia kenal.
“Sebenarnya aku
memiliki suatu rahasia” lanjut Claire, “maaf karena selama ini aku
menyembunyikannya pada kalian.. karena Raven yang menyuruhku menyimpannya.”
“Mama?” ucap
Ciel dengan wajah manisnya yang suram.
Claire
mengangguk.
“3 tahun lalu, saat dia meninggalkan
rumah, Lady Raven memberitahuku sesuatu..” Claire memulai penjelasannya.
“Lady, anda
akan pergi?” tanya Claire melihat Raven membuka pintu rumah.
Raven hanya
mengangguk, pandangannya lurus kearah pintu.
Claire bertanya
sekali lagi, “mau pergi kemana?”
“Kemana pun,
aku tidak memikirkannya..” jawab Raven singkat. “Yang pasti aku sudah
berpamitan kepada kalian semua.. Cecil, dan Ciel termasuk..”
“T-tapi..” ucap
Claire mencoba mencegahnya.
“Aku sengaja
pergi dari rumah ini untuk menyelamatkan mereka.”
“A-apa maksud
anda?”
“Aku akan menghilangkan kutukan mereka, kutukan
Anak Iblis.”
Lanjut Raven, “tentu aku tak tahu akan pergi kemana, dan tak tahu akan kembali
atau tidak..”
“J-jangan
Lady!”
“Tapi..”
“...” ucapan
Claire terpotong.
Raven berbalik,
melihatkan wajahnya pada Claire, “tolong jaga mereka baik-baik ya, Claire..”
dengan terkejutnya Claire melihat Nyonyanya itu.
Ibu itu
tersenyum padanya, namun tangisan terus mengalir dari bawah matanya.
“Ah.. kurasa
sudah sangat lama saat aku meninggalkan Cecil dan Ciel..”
Orang itu berjalan di tengah orang
berlalu-lalang, sendirian. “Apakah mereka baik-baik saja?” ucapnya dan terus
mengatakan segala sesuatu tentang kedua anaknya di benak hati terdalamnya.
“Pesawat menuju
Australia telah datang?” ibu itu berkata saat melihat jam jadwal pesawat di
layar, “waktuku untuk berangkat.”
“Benar!”
tiba-tiba Ciel berteriak.
Aku pun
bertanya, “ada apa, Ciel?”
“Tadi pagi,
saat aku sedang mencari berita di koran untuk tugas sekolahku, aku membuka
koran-koran lama. Koran sekitar 1 tahun lalu kukira..” ucap Ciel menerangkan,
“dan aku menemukan sebuah berita!”
“Jangan-jangan..
berita yang kau bilang tadi pagi itu,Ciel?” Rima menyambung, “Pesawat dari
Jepang ke Australia Berakhir Tragis itu kah judulnya?!”
Ciel pun
mengangguk.
“Berita itu pun
membawa nama Mama..” lanjut Ciel.
“Banyak sekali korban dalam kecelakaan tersebut.
Pesawat yang diterbangkan pada pagi hari ini, 12 Oktober pukul 6 pagi, tetap
landas walau didalam cuaca yang kurang bersahabat. Salah satu korban adalah
mantan istri bangsawan Inggris yang pindah ke Jepang, Raven Salvatierra. Namun
bukan lagi Salvatierra, dia adalah Raven Sharrown.”
“Tidak
mungkin..” aku masih belum bisa percaya hal ini.
“Aku tidak
mungkin melupakannya..” Ciel berkata, “kata-kata itu persis seperti apa yang
kulihat di koran tadi pagi!”
Kami berakhir menghabiskan beberapa
menit di makam itu. Tentu kami semua sedih atas berita itu. Kejadian itu
terjadi 1 tahun lalu, namun tidak ada siapa-siapa yang memberitahu kami. Kami
semua pun mencoba pergi ke bandara. Mencoba menanyakan tentang kejadian tahun
lalu itu.
“Oh iya benar!”
seorang petugas disana menerangkan pada kami, “kalau kalian ini memang keluarga
dari Raven Sharrown aku akan memberi tahu kalian sesuatu.”
Kami semua
melihat orang itu dengan wajah serius.
“Saat kami
menemukan korban, hampir semua sudah tidak menyatu, anggota badan memencar kemana-mana.
Hanya ada asap, darah, tulang, dan api disana. Sang pilot pun menjadi abu. Itu
benar-benar kecelakaan terburuk yang pernah kami alami!. Namun kurasa, Raven
adalah satu-satunya korban yang tidak terlalu parah. Walau dia sudah tergeletak
tanpa nyawa di tanah, tubuhnya masih sempurna, mungkin hanya ada luka bakar
saja.”
“Lalu?” tanya
Ciel, wajahnya mulai tidak sabar.
“(sepertinya
itu adalah kecelakaan yang mengerikan..)” ucapku dalam hati.
Petugas itu pun
melanjutkannya, “dia memegang sebuah kertas di tangannya. Jika aku mati, kubur aku di Pemakaman Salvatierra, letakkan aku di
samping suamiku. Dan gantilah namaku menjadi, Raven Salvatierra.”
Setelah mendengarkan ceritanya kami
berterima kasih padanya dan pulang. Walau Mama dan Papa sudah bercerai, aku
yakin mereka masih bagian dari keluarga kami.
Beberapa hari berlalu. Kurasa
kutukannya telah menghilang, kami tidak tertimpa sebuah kesialan atau apapun
walau kami selalu bersama. Namun kecelakaan Mama mengubah semua. Memang
beberapa hari setelah kami mengetahui hal itu, kami hanya diam muram. Hari demi
hari terlewati, justru kami merasa hari-hari ini lebih hangat dari sebelumnya.
“Mama..”
“Papa..”
“Aku..”
“dan Ciel..”
“Kita akan
selalu bersama,kan?”
||-♫ ZAAW ♫-||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar