Sabtu, 07 Januari 2012

24th Desembers - Chapter 16


Akhirnya kami pergi ke Resort yang baru kami sadari dari kemarin letaknya hanya 10 meter dari villa. Kami pun mengunjugi kamar nomor 33. “Permisi..” dengan membawa tas biru yang kita temukan kami masuk kedalam.
Seorang ibu menyapa kami, “iya? Bisa saya bantu?”
“I-ini..” Ai-senpai menyerahkan tas biru itu padanya.
“Ini kan..” ibu itu menerimanya, “Lala.. Lulu.. dari mana kalian mendapatkannya?!”
          Dengan begitu kami ber-4 bercerita pada mereka tentang apa yang kami lihat. Mulai dari suara keras itu sampai kami datang kesini dengan detail supaya tida ada kesalah pahaman. “Jadi.. begitulah ceritanya” ucap Ciel yang banyak bicara.
 “Mereka benar-benar melakukannya, mereka..” ibu itu menangis.
Sedangkan suaminya juga belum bisa berkata apa-apa.
“N-nah. kami pamit dulu..” kurasa tidak enak mengganggu momen mereka, jadi aku berkata dan menyuruh teman-temanu itu untuk pamit. Alasan kedua, aku sudah tidak tahan untuk pulang ke rumah dan meminjam buku Ciel tentang Anak Iblis itu, kudengar ada novelnya jadi aku bersemangat.
          Mereka memberi nomor teleponnya, kami saling memberi supaya jika ada masalah bisa dihubungi lagi. Bodohnya, kami lupa bertanya siapa nama mereka padahal mereka tahu nama kita satu-per-satu, pasti begitu. Di hand phoneku mereka hanya kuberi nama, “Papa Lalu” dan “Mama Lalu” (Lalu = Lala dan Lulu).
“Hah.. setidaknya buku kalian sudah hampir selesai kan?” Snake senpai berkata di dalam kereta perjalanan pulang.
Ai senpai mengangguk, “senang juga berlibur bersama kalian ahaha”
“Makasih ya, senpai” aku dan Ciel menjawab kompak.
“Kita juga punya mengalaman baru..” sambung Ciel.
“Anak Iblis itu..” lanjutku dan melihat ke jendela, “membuatku penasaran.”
“Besok, datanglah ke rumahku dan pinjam buku-buku referensi tentang itu. Mau? Ketawarkan lo” ucap Ciel padaku, tersenyum.
“Ok!”
          Keesokan harinya..
Masih ada satu hari libur lagi, jadi aku meminta ijin pada Claire untuk mengijinkanku pergi ke rumah Ciel karena rasa penasaranku tentang novel itu. Aku tidak menemukan Raven sejak aku bangun, Claire bilang dia sedang belanja.
Selesai memakan semangkuk serealku, aku pergi ke rumah Ciel pukul 10 pagi. Pertamanya aku menghubungi Ciel bahwa aku akan ke rumahnya. Dan pergi kesana. Sekarang, kehidupanku sungguh berbeda. Dari rumah yang nilainya 1 ton emas menjadi setengah kurang dari itu. Aku sudah tidak punya Ayah dan Ibu, dan tinggal bersama orang yang kurang kukenal namun itu merupakan orang yang menyelamatkanku dan pengurus bayiku. Walau harta masih berlimpah, aku tidak merasa bisa mengambilnya.
“Wah! Cecil!” Rima menyambutku, dia sedang memegang serangkai bunga di taman depan mansion Ciel, “Ciel bilang kau akan datang..”
“Iya, aku ingin meminjam buku padanya..” ucapku riang.
“Kalau begitu masuk saja, ayo” ucap Rima ramah dan menyuruhku masuk, “kebetulan hari ini Mamanya Ciel datang, kurasa dia sedang berbincangd dengannya.”
“Mamanya,Ciel?” aku bertanya, “wah..”
“Sebentar ya” ucap Rima untuk memanggilkan Ciel.
          Aku menunggu di ruang tamu yang besar, serasa ada di rumahku yang dulu. “Hey, Ayah..” ucapku berbicara sendiri sambil melihat keatas, “kau dimana sekarang? Apakah kau bahagia disana? Atau sedih?”.
Tiba-tiba, “Ah! Cecil!”
Aku menoleh, “Ah! Ciel!” dan melihat seseorang datang. Dia adalah temanku yang bertampilan manis namun memiliki wajah yang cukup dingin.
“Jadi.. kamu datang untuk meminjam bukunya?” tanya Ciel.
“Pastinya..” aku menjawab, “maaf merepotkan lo..”
“Tidak apa-apa” Ciel tersenyum dan mengajakku ke perpustakaan rumahnya.
          Setelah cukup lama browsing disana, aku tidak hanya meminjam buku-buku referensi tentang Anak Iblis-nya saja, namun juga yang lain. Memang nafsuku untuk novel itu tidak bisa ditahan.
“Ahaha seperti biasa, kau memborong novel ya?” ucap Ciel tertawa.
Aku pun menjawab, “ahaha iya, maaf ya..”
“Tak apa. Kau yang membuat perpustakaan ini hidup kembali kok, aku senang.”
“Hidup kembali?” ucapku bingung.
“Iya” jawabnya singkat.
“Ohoho, kalau hidup perpustakaan ini bisa berjalan dong..” ucapku bercanda, “ahahaha!”
“B-bukan lah!” Ciel pun menjawab jelas, wajahnya menunduk kebawah.
“Maaf, tapi bagaimana maksdumu?” tanyaku yang masih belum mengerti.
“Jadi, bagaimana ya..” Ciel berpikir sejenak, “dulu, Mamaku sering berkunjung kesini. Namun gara-gara penyakitnya dia jadi jarang kesini. Mama dan Nenek adalah satu-satunya orang yang senang membaca buku, dia juga seorang kutu buku, sama sepertimu. Tapi nenek yang bertambah tua hari demi hari, semakin jarang berkunjung kesini.”
“Mamamu?” aku menjawab, “(tadi.. Rima bilang kan..)”
“Oh iya! Itu mengingatkanku tentang sesuatu!”
“Apa?” tanyaku.
“Mamaku sekarang sedang berkunjung, baiknya bagaimana kalau kuperkenalkanmu padanya?” ujar Ciel, “lagian tidak enak kalau ada teman orang tua tidak tahu.”
“B-benar juga ya..”
“Kalau begitu, ayo!” dia pun memegang tanganku dan mengajakku keluar.
          Disana aku diajak ke sebuah ruangan yang mirip seperti rumah kaca. Banyak sekali tanaman disana. Dinding kaca, dengan tanaman tinggi dan merambat. Kursi-kursi dan meja dari besi berukir bunga-bunga. Ada seperangkat teh di mejanya. Aku juga melihat sebuah piano putih di pojok ruang, “tempat apa ini?” tanyaku.
“Ini tempat yang paling disenangi Mama” jawab Ciel dan melepas genggamannya.
“Indahnya..”
“Mama?” tiba-tiba Ciel memanggil Mamanya, “kau dimana?”
Suara piano tiba-tiba terdengar, Ciel pun tersenyum.
          Dia berjalan kearah piano itu, “Mama.. temanku berkunjung. Aku ingin memperkenalkannya padamu” ucapnya. Aku tetap diam di tempatku, merinding mendengar suara pianonya yang merdu. Tangan Ciel menarik berlahan telapak tangan halus yang muncul dari balik piano tersebut. Aku tidak sabar melihat wajah Mamanya.
          Perlahan, aku melihat rambung abu-abu terangnya muncul. Sempat berpikir, “i-itu kan..”. Namun aku menunda perkataanku, dan melihat ibu itu tersenyum. “Halo, Cecil..”
“Raven!?” aku terkejut dan berteriak.
Ciel yang masih menggenggam tangan Mamanya itu hanya bingung.
“Shh” Raven dengan anggun seperti biasa itu bergeleng, “seorang Young Lady sepertimu tidak boleh berteriak karena tidak sopan, benar?”
“K-kenapa kau?!” wajahku berisi kebingungan.
Ciel berkata, “tunggu, kau mengenal Mamaku?!”
Dan aku menjawab, “tunggu dulu!“
“Aku tidak mengerti!” aku dan Ciel berkata dengan serentak.
“Ciel?” aku melihatnya, bingung.
Begitupun Ciel, “Cecil?”
“He?” kami berdua bingung dan diam sejenak.
“Ahaha” Raven tertawa kecil, “lucu sekali kalian ini.. Cecil, Ciel..”
“I-ini..” aku merasakan hal yang berbeda.
“Kenapa ini..” sepertinya Ciel juga merasakan hal yang sama.
Raven tersenyum pada kami. Dia membawa Ciel yang masih menggenggam tangannya kearahku. “Cecil dan Ciel, kalian ini adalah..” Raven memeluk kami berdua dan membisikkan kata-kata terakhir dari kalimatnya pada kami. Dengan setengah percaya kami mendengarnya, “ha?” dan hanya bisa menjawab dengan wajah kebingungan.
Ibu itu pun menangis, “aku sangat senang.. benar-benar senang..” ucapnya dan memeluk kami lebih kencang. Kami berdua pun memeluknya kembali tanpa mengucapkan kata-kata. Hari ini benar-benar hari yang tidak terduga.
GowGow_Bloogie@Cecil+Raven+Ciel
“Selamat sore semua.. Raven disini~”
“Cecil, sang pemeran utama juga disini~”
“Begitu pula aku, Ciel.”
Raven : kufufu~ akhirnya ada chapter yang membuat penasaran pembaca
Ciel : tadi Mama ngomong apa sih? Bisikannya terlalu pelan..
Cecil : kau ini, berusaha dengar dong!
Raven : hmm.. tidak ada pemutaran ulang ya! jika kamu lihat ke chapter 17 awal sampai akhir juga tak akan ketemu..
Cecil : kalau begitu tebak-tebakkan saja!
Ciel : baiklah.. karena tadi kalimat awalnya “Cecil dan Ciel, kalian ini adalah..” dan setelahnya misteri, apa kata-katanya?
Raven : kalian ini adalah.. anak yang cantik dan ganteng..
Ciel : ya sudah pasti dong, Ma!
Cecil : pastinya, nyehehei~
Raven : kalian ini adalah.. alien..
Ciel & Cecil : *melongo* benarkah?
Raven : rahasia!
*tutup layar*

||-♫ ZAAW ♫-|| 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar